Senin, 24 Desember 2012

Music Is My Altar




Aku ingat saat jaman SD. Dari siang hingga sore, sehabis dari sekolah, mataku tidak pernah lepas dari layar kaca. Mataku terus memelototi program musik dari Amerika yang disiarkan di salah satu TV nasional. 

Sabtu, 24 November 2012

Menyedihkan



Seringkali asap ganja memenuhi kamar Roy yang redup dan pengap itu. Biasanya aku suka menghisap ganja dan berbicara apa saja di kamar Roy: mulai dari alasan, penyangkalan diri sendiri, melontarkan humor garing, atau sekadar melamun tak menentu karena efek ganja yang sudah semakin memberatkan. 

Minggu, 11 November 2012

Jumud

Menyelami dan memahami sesuatu yang rumit, adalah cara agar sesuatu yang sederhana bisa dihargai. Setidaknya pikiran seperti itu yang menyelimuti benakku akhir-akhir ini.

Selasa, 06 November 2012

Yang Terberi




Ada orang yang berpendapat, realitas itu tidak seperti dongeng di layar kaca. Tidak selalu sebuah akhir cerita menawarkan kebahagiaan, katanya. Realitas…dunia riil…justru berakhir dalam keadaan yang tidak bisa dibilang ‘bagus’, dan malah berakhir dalam sebuah misteri. 

Jumat, 26 Oktober 2012

Desas-desus: Pertumbuhan Ekonomi



Akhir-akhir ini aku sering berada di tengah massa. Menyaksikan apa yang sedang terjadi, dan menyimak isu apa yang sedang hangat diperbincangkan di antara mereka. Di tengah-tengah semua itu, ku merasa ada sebuah asa yang mencuat dari mereka. Sebuah asa yang mencerminkan optimisme.

Sabtu, 29 September 2012

Fragmen-fragmen yang Berpendar


Beberapa bulan terakhir ini aku tak pernah beribadah, memikirkan sesuatu bernama spiritual, atau bahkan tuhan. Beberapa bulan terakhir yang ku ingat hanyalah jalan raya, rentetan gedung, dan awan yang biru. Kendaraan dan manusia hilir mudik secara bergantian maupun acak dalam pandanganku....

Senin, 20 Agustus 2012

Cerita Lama V

Posted by abo on Mar 10, '10 7:58 AM for everyone

Cerita Lama IV

Posted by abo on May 24, '10 2:40 PM for everyone
Kota bisa menjadi tempat yang asing bagi penghuninya. Padahal jajaran gedung yang menjulang serasa menembus langit beserta papan reklame yang terpasang di kiri dan kanan jalan perkotaan konon adalah simbol kemakmuran sebuah kota. Seperti yang pernah kudengar dari pepatah lama:  "kemakmuran sebuah masyarakat dimana corak produksi kapitalis muncul, menampakkan dirinya dalam wujud “an immense collection of commodities" atau mengoleksi komoditi sebanyak-banyaknya.”

Cerita Lama III

Posted by abo on Aug 16, '10 5:25 PM for everyone
Sebuah catatan kecil tentang percakapan tidak betul yang terjadi antara dua orang yang, sayangnya, tidak betul juga. Semuanya terjadi di penghujung senja. Di ujung tanduk harapan dan ketakutan.
Di bawah ini adalah percakapan-percakapan yang masih bisa diingat. Karena masih mengkonsumsi ganja dan nonton film porno, jadi sori-dori kalo ada pihak yang merasa ditipu karena kalimatnya ada yang hilang atau ga tepat susunan katanya. Maklum, manusia biasa yang masih berusaha menegakkan sholat lima waktu.

Cerita Lama II


Posted by abo on May 26, '11 10:36 AM for everyone
"...Of the endless trains of the faithless--of cities filled with the foolish; what good amid these, O me, O life? Answer. That you are here - that life exists, and identity; that the powerful play goes on and you may contribute a verse." (John Keating).

Cerita Lama

Tulisan di bawah adalah semacam cerita lama yang tidak sengaja ditemukan ketika saya "mengembara" secara ngalor-ngidul di dunia maya. Cerita ini diambil dari blog saya sendiri yang password maupun namanya sudah terlupakan (sehingga saya tidak bisa masuk ke akunnya). Di blog tersebut tertulis tanggal postingannya 23 Agustus 2007. Lumayan lama juga. Tapi, ketika melihat-lihat isinya, lucu juga. Semacam permasalahan-permasalahan romantika apeu jaman pertengahan kuliah...yah, lihat saja sendiri. Semacam gumaman orang linglung ketika saya melihat lagi tulisan itu sekarang. 
Banyak hal yang berubah semenjak itu, memang.

Jumat, 10 Agustus 2012

Di Sini Khattahath Menempa Ilmu



Nuansa seni terasa ketika masuk pelataran Pesantren Alquran Kaligrafi Lemka (Lembaga Kaligrafi Alquran) di Jalan Bhineka Karya No. 53, Kelurahan Karamat, Kecamatan Gunung Puyuh, Kota Sukabumi. 

the great extermination

Para penulis multiply seluruh dunia, berdaganglah!!! Hahaha. Selama menulis ngaler-ngidul tidak menghasilkan profit, memang lebih baik didepak ketimbang nyampah. Rasakan! Hidup kapitalisme! Hahahah.

Sabtu, 04 Agustus 2012

Lalaheran dari Cimaung


Sambil melayani pembeli, pandangan Yani (30) sesekali melihat ke arah jalan besar di depan warung miliknya. Di jalan itu ada Krisna (6), anaknya, yang sedang bermain papan luncur bersama temannya, Kurnia (8). Di jalan tersebut terkadang beberapa motor hilir mudik. Yani khawatir bila motor tersebut mencelakai mereka.

Ngabuburit di Bandung


Meluangkan waktu dengan beragam aktivitas hingga tiba berbuka puasa sudah menjadi kebiasaan umum saat bulan ramadan. Hal tersebut kerap dikenal dengan istilah ngabuburit. Dengan ngabuburit, masyarakat umumnya datang ke tempat ramai, sekadar berkumpul bersama handai tolan, dan mencari hiburan ringan. Dengan begitu, tak terasa azan magrib berkumandang dari pelantang suara masjid.

Kamis, 19 Juli 2012

Saya pasrah...kepada yang maha kuasa...atas kenaikan harga daging ayam ras...dan komentar para pelaku peternakan unggas sejabar

Sejumlah pedagang daging ayam berhenti berjualan di beberapa pasar Kota Bandung, Jumat (13/7). Hal tersebut menindaklanjuti protes yang sebelumnya dilakukan oleh dua organisasi pedagang daging ayam di gedung sate pada Kamis (12/7). Dalam protes itu, mereka mengancam akan berhenti jualan bila harga daging ayam terus melambung.

Enjang, pedagang daging ayam di Pasar Sumber Hurip pun hanya berjualan ayam kampung. Lapaknya berjualan tidak sepenuh biasanya. "Hari ini saya libur jualan daging ayam ras. Soalnya, dari bandarnya juga stok ayam tidak ada," ujarnya.

Sesekali, muncul beberapa pengunjung pasar yang menanyakan daging ayam ke Enjang. Namun, pertanyaan pengunjung itu selalu dijawab sama olehnya. "Hari ini tidak jualan, Ibu," katanya.

Enjang belum mengetahui pasti hingga kapan dia berhenti berjualan. Satu-satunya kepastian yang dia dengar hanyalah perkiraan semata. "Dengar-dengar, sih, besok bandar ayam sudah menyediakan suplai daging ayam. Tapi, tak tahu juga. Malah, saya dengar bandar yang ada di Cimahi sudah mulai menyediakan stok ayam hari ini. Namun, belum pasti juga kebenaran informasi tersebut," katanya.

Di Pasar Sumber Hurip ada empat pedagang ayam. Menurut Enjang, keempat pedagang ayam, termasuk dirinya, sama-sama tidak jualan. "Sebenarnya, tingginya harga adalah inti permasalahan daging ayam ini. Saya, sih, hanya pedagang kecil. Hanya ingin banyak konsumen. Masalahnya, bagaimana konsumen bisa banyak, kalau harganya itu malah tinggi," kata dia.

Permasalahan produksi, seperti DOC, biaya makanan, obat, atau perawatan ayam dapat menjadi penentu kenaikan harga ayam akhir-akhir ini selain hukum penawaran dan permintaan. Enjang merasakan hal seperti demikian.

"Saya juga adalah peternak ayam, selain penjual daging ayam. Meskipun skalanya masih sangat kecil lah. Ongkos biaya produksi memang bisa sangat berpengaruh terhadap kenaikan harga. Contohnya, harga DOC sekarang bisa sampai Rp 20.000, dan makanan ayam Rp 63.000. Harga segitu berat sekali bagi peternak," kata dia.

Harga daging ayam ras saat ini berada di kisaran Rp 32.000. Enjang mengaku, dia membeli ayam hidup dari bandar seharga Rp 20.000, kemudian dijual dalam bentuk daging potong seharga Rp 32.000. "Harga jual yang saya terapkan itu setelah menghitung proses pemotongan, dan pengulitan. Dimana dari proses tersebut, bobot ayam akan berkurang. Dari yang dibeli sekilo setengah, jadi sekilo misalnya. Penghitungan dari pedagang seperti itu,” kata  dia.

Sementara itu, di Pasar Anyar, sebanyak 48 pedagang ayam juga berhenti jualan. “Sebenarnya, tadi pagi ada dua pedagang yang menjual ayam. Namun, mereka hanya menjual daging ayam sisa kemarin. Berjualannya pun tidak lama, tak sampai menjelang siang,” kata Kepala Unit Pasar Anyar, Yuyu Yudisman, di kantornya.

Mogoknya para pedagang ayam di Bandung tentunya tidak harus dibiarkan berlarut-larut. Pasalnya, kejadian tersebut akan berimbas ke semua pihak. Meskipun pihak yang paling merasakan dampaknya adalah pedagang ayam itu sendiri. “Beban pedagang ayam itu berat. Konsumen bisa saja beralih ke supermarket bila di pasar tradisional tidak ada ayam. Namun, bagi pedagang ayam, mereka tidak bisa beralih kemana-mana,” ujarnya.

Menurutnya, pedagang ayam terbebani oleh biaya yang melambung dari bandar, sementara dengan harga yang melambung tersebut, ayam dikhawatirkan tidak akan terjual habis. Bila ayam tidak terjual habis, tentu akan menjadi penghamburan bagi pedagang tersebut.

Muhaimin, pedagang ayam di Pasar Anyar, mengatakan, pemerintah perlu menangani permasalahan kenaikan harga ayam tersebut agar tidak terus-menerus merugikan para pedagang. Dia menambahkan, aksi mogok jualan yang dilakukan oleh para pedagang ayam di Kota Bandung diharapkan menjadi peringatan bagi pemerintah agar lebih memperhatikan nasib para pedagang.

“Kemarin malam sebenarnya datang kiriman ayam hidup bagi para pedagang di Pasar Anyar sebanyak 2.000 ekor. Namun, sengaja ayam-ayam tersebut kami simpan. Tidak kami potong dan jual. Hal tersebut untuk menghargai perjuangan teman-teman lainnya yang mogok jualan hari ini,” kata dia.

Peningkatan harga

Ketua Bidang Hukum Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN), Ir. H. Herry Dermawan, mengaku mendukung aksi pemogokan yang dilakukan oleh pedagang ayam di Kota Bandung. Menurutnya, melakukan aksi pemogokan adalah hak bagi para pedagang. “Hal itu juga bisa menjadi peringatan tentang peran pemerintah dalam mengawasi pergerakan harga ayam,” katanya.

Herry menjelaskan, faktor yang mempengaruhi peningkatan harga ayam dari sisi peternak adalah faktor bibit dan pakan, serta faktor permintaan dan penawaran. Harga bibit saat ini berada di kisaran Rp 6.000-Rp 6.500/ekor. Naik dari Rp 3.500-4.000/ekor dalam jangka waktu sebulan terakhir. Sementara pakan juga berada di kisaran Rp 6.000-Rp 6.500 saat ini.

Dia menambahkan, bibit yang ada saat ini kualitasnya tidak maksimal. Dari 12 juta ekor bibit ayam yang tersedia di Jabar per minggunya, sebanyak 15% mengalami kekerdilan. Selain itu, persediaan bibit ayam itu juga tidak memenuhi kebutuhan normal yang mencapai 15-20 juta ekor/minggunya.

“Namun demikian, perlu diperhatikan, bahwa kenaikan harga ayam ini bukan semata-mata dipengaruhi oleh harga DOC atau pakan. Namun, faktor permintaan dan penawaran juga memiliki peran,” katanya.

Momentum liburan sekolah, menjelang puasa dan lebaran memiliki andil terhadap peningkatan permintaan daging ayam, sehingga mengakibatkan harganya naik. Dia memprediksi, harga daging ayam akan meningkat sebesar 40% selama periode tersebut.

Herry mengatakan, harga daging ayam yang dijual di kandang peternak saat ini Rp 17.500. Sementara bila sudah berada di tangan bandar, harganya akan berada di kisaran Rp 28.000.

Mengomentari tentang mogoknya pedagang ayam berjualan, Herry mengatakan, pemerintah seharusnya membantu kalangan peternak dengan memberdayakan pembibitan yang ada, serta membantu permodalan para pedagang agar mereka tidak perlu lagi melalui bandar bila membeli ayam. “Sehingga jalur distribusi bisa diperpendek,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Peternakan Jabar, Koesmayadi Tatang Padmadinata, mengatakan, selama 45 hari di masa lebaran pasokan ayam sebenarnya mengalami surplus. 45 hari masa lebar itu dengan perhitungan (-) 7 lebaran, (+) 7 lebaran, dan 31 hari puasa.

Selama 45 hari itu, persediaannya adalah 81.974 ton. Dimana sebanyak 77.782 ton merupakan ayam jenis boiler dan petelur. Lalu, menurut dia, kebutuhan yang ada di Jabar adalah sebesar 34.540 ton.

Mengenai peningkatan harga, dia berpendapat, hal tersebut bisa dipengaruhi oleh biaya produksi dan pola permintaan-penawaran. Menurutnya, saat ini terdapat peningkatan permintaan yang tinggi dari Jakarta. “Daya beli warga Jakarta itu tinggi. Sementara permintaan akan daging ayamnya juga saat ini meningkat, sehingga daging ayam bergerak deras ke Jakarta. Hal tersebut mengakibatkan pasokan di Jabar bisa jadi menipis,” ujarnya.

Koesmayadi mengatakan, pihaknya terus berupaya mengawasi dan mengendalikan pergerakan harga ayam. Meskipun, dia mengaku, pihaknya tidak bisa mengatur mekanisme pasar yang ada saat ini. “Namun demikian, kami terus berupaya mengawasi pergerakan harga ayam di pasaran,” kata dia.

Terkait mogoknya pedagang ayam akibat harga yang  terus meningkat. Dia berharap pedagang ayam dapat memaklumi adanya pergerakan harga yang meningkat tersebut. Dia juga berharap para pedagang tersebut dapat berjualan kembali.

Rabu, 11 Juli 2012

Rukun Ihktiar


Alkisah, pada awal tahun 1930, seorang buruh bengkel angkatan udara (sekarang AURI) Husein Sastranegara Bandung terpaksa mendekam di balik terali besi karena terjerat pinjaman lintah darat. Kejadian tersebut langsung menyebar di antara teman-teman sejawatnya sesama buruh bengkel. Termasuk R. Sukardi, Rum Affandi, dan Kartawiria.

Tergerak oleh perasaan senasib dan sepenanggungan, ketiga orang tersebut kemudian sepakat membentuk perkumpulan yang bersifat penghimpunan modal. Perkumpulan itu didirikan dengan satu harapan: tidak ada lagi di antara rekan-rekannya yang harus dipenjara karena terjerat hutang dari para lintah darat.

Pada 30 April 1930, kemudian lahirlah perkumpulan yang diberi nama Spaar Vereeninging Luchtvaart Afdeeling (SVLA). Menjabat sebagai voorzitter atau ketua adalah R. Sukardi. Sementara Rum Affandi menjadi penningmesster atau bendahara, dan Kartawiria sebagai commissaris I. Adapun teman-temannya yang lain yang menjabat sebagai pengurus di SVLA adalah Yohan sebagai sekretaris, serta Soekirno sebagai komisaris II.

Pada awal terbentuknya, hanya terdapat 30 anggota. Dimana semuanya merupakan buruh bengkel angkatan udara. Kegiatan yang pertama kali dijalankan setiap anggota adalah menunaikan kewajiban menabung sebesar 0,50 gulden. Bagi buruh bengkel, uang 0,50 gulden tentunya cukup besar. Namun demikian, pada nyatanya, keanggotaan tiap bulannya terus bertambah. Hingga akhir tahun 1930, tercatat anggota SVLA mencapai 200 orang.

Pada 1935, SVLA merubah nama organisasi menjadi Koperasi Simpan Pinjam Rukun Ikhtiar (KSPRI). Lingkup keanggotaan pun dibuat menjadi terbuka, sehingga tidak terbatas untuk kalangan buruh bengkel saja. Selain itu, melalui pinjaman kepada sebuah bank dan disertai oleh jaminan sertifikat milik Rum Affandi, KSPRI kemudian membeli tanah seluas 60 tumbak yang terletak di Jln. Pangeran Sumedang, atau sekarang lebih dikenal dengan nama Jln. Otto Iskandardinata. Hingga sekarang, di umurnya yang ke delapan puluh dua, KSPRI masih menempati tanah di Jln. Otto Iskandardinata tersebut.

Hingga Mei 2012, anggota KSPRI sudah bertambah pesat dibandingkan awal pendiriannya, yakni sebesar 11.250 anggota. Keanggotaan KSPRI tercatat cukup stabil dari tahun ke tahunnya. Tercatat, pada tahun 2007, jumlah anggota KSPRI sebesar 9.138 anggota. Hingga tahun 2009, jumlah anggota KSPRI stabil dengan berada di kisaran sembilan ribu. Baru pada tahun 2010, jumlah anggota meningkat sebesar 3,56% menjadi 10.220 anggota. Sementara pada 2011, anggota KSPRI tercatat sebanyak 10,920. Hingga Mei/2012, anggota PSRI sebesar 11.250 anggota.

Dari sisi aset, terlihat juga pertumbuhan yang cukup positif. Dalam lima tahun terakhir (2007-2011), tingkat aset KSPRI tumbuh sebesar 12,47%.  Pada tahun 2011, tercatat aset PSRI sebesar Rp 28,390 miliar. Hingga Mei/2012, aset PSRI sebesar Rp 29,500 juta.

Sekretaris I KSPRI, Dudung J. Ilyas, mengatakan, kredibilitas pengurus merupakan faktor penting dalam mempertahankan sebuah koperasi. “Poin pentingnya adalah bagaimana menumbuhkan kepercayaan anggota. Soalnya, tulang punggung koperasi selama ini ‘kan adalah anggota. Dalam hal ini, hal yang penting untuk menumbuhkan kepercayaan anggota itu adalah kredibilitas pengurusnya,” ujar dia saat ditemui di kantornya, Jln. Otto Iskandardinata, Rabu (11/7).

Kredibilitas pengurus serta kepercayaan anggota itu lah yang membuat KSPRI menjadi koperasi yang stabil dan mampu bertahan selama delapan dekade, dan melewati beragam goncangan baik itu kecil maupun besar.

Dudung menambahkan, pada 2011, nilai pinjaman yang diberikan kepada anggota KSPRI mencapai Rp 19,643 miliar. Sebagian besar pinjaman tersebut digunakan untuk modal usaha (61,85%), biaya sekolah (13%), renovasi rumah (7,64%), dan pembelian tanah (4,96%). “Sebagian besar pinjaman yang ada di KSPRI memang digunakan sebagai modal usaha oleh para anggota. Mulai dari usaha warung hingga perbengkelan. Tingkat usaha dari para anggota itu sebagian besar usaha menengah kecil dan mikro,” ujar dia.

Kelebihan koperasi adalah para anggotanya tidak perlu dipusingkan oleh syarat-syarat layaknya bank. Di KSPRI, syarat melakukan pinjaman adalah masih aktif dan tercatat, minimal satu tahun, sebagai anggota. Selain itu, persyaratan lainnya adalah para anggota yang melakukan pinjaman adalah menyerahkan sertifikat tanah/bangunan dan BPKB sebagai jaminan. Besarnya pinjaman adalah 5 x jumlah simpanan maksimal sampai dengan Rp 50 juta. “Mungkin itu salah satu kelebihan dari koperasi, mereka tidak perlu terlalu dipusingkan oleh syarat-syarat tertentu ketika meminjam sejumlah uang. Yang terpenting, mereka sudah tercatat sebagai anggota dalam jangka waktu tertentu,” ujar Dudung. (CA-09)***

Sabtu, 02 Juni 2012

buruh migran

Setelah ditunggu beberapa hari, tulisan tentang buruh migran ini tak kunjung dicetak juga. Entah apa pertimbangannya, apakah masalah ruang, topik yang tak sesuai dengan rubrik, atau apa...pastinya, suatu saat aku akan bertanya kepada yang empunya kebijakan.

Masalah buruh migran adalah masalah politis. Meskipun ia terkait erat juga dengan permasalahan ekonomi. Selama ini, di tempat ku bekerja, ekonomi selalu dikaitkan dengan masalah pertumbuhan dan pertumbuhan. Namun, tidak pernah dipersoalkan darimana pertumbuhan itu berasal dan diciptakan. Paradigma yang ada, adalah bahwa pertumbuhan masuk ranah pelaku usaha, para juragan, para ketua asosiasi pengusaha...tanpa mereka, tidak akan ada lapangan kerja, dan kemakmuran ekonomi.

Sudah sekian lama raja selalu disorot lebih, ketimbang para hamba sahaya yang setiap hari menyediakan cangkir anggur dan jubah kebesaran untuk kemegahan sang raja dan istananya. 
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Urgensi Perda Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia

Pemerintah daerah diharapkan memiliki perda mengenai perlindungan tenaga kerja indonesia (TKI), meskipun revisi UU. No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja saat ini masih dalam proses finalisasi. Pasalnya, perlindungan terhadap TKI masih minim.

“Selama ini, perda mengenai TKI di seluruh Indonesia hanya 127. Sebanyak 95 persen dari isi perda itu hanya mengurus masalah retribusi. Sangat sedikit yang menyentuh masalah perlindungannya. Ini sekaligus menjadi tantangan bagi provinsi Jabar yang memiliki jumlah TKI terbanyak di Indonesia,” kata pakar hukum Universitas Indonesia (UI), Heru Susetyo, dalam seminar “Urgensi Perda Perlindungan TKI di Jawa Barat”, Hotel Topas, Jln. Pasteur, Rabu (30/5).

Kurangnya perlindungan terhadap TKI, menurut Heru, juga tercermin dari UU No. 39 tahun 2004 yang saat ini masih dalam proses revisi. Menurutnya, pasal yang membahas tentang perlindungan TKI dalam undang-undang itu hanya berjumlah delapan pasal. “Jumlahnya masih sangat kurang. Akan lebih bagus bila peraturan tersebut diamandemen, sehingga mampu merespon kebutuhan TKI maupun pemerintah,” katanya.

Heru menambahkan, bentuk perlindungan terhadap TKI perlu dirumuskan dan mencakup perlindungan bagi TKI saat masih berada di dalam negeri, perlindungan ketika TKI berada di negeri tujuan, perlindungan ketika TKI sudah purna penempatan, perlindungan terhadap TKI perempuan, dan perlindungan terhadap TKI yang tidak memiliki dokumen.

“Perlindungan terhadap TKI itu sebenarnya menyangkut permasalahan hak asasi manusia juga. Oleh sebab itu, tidak cukup hanya perlindungan dari aspek sosial atau masyarakat saja. Namun, perlu adanya perlindungan dari segi hukum. Dalam hal ini, kehadiran negara diperlukan,” kata Heru.

TKI Terbanyak dari Jabar

Minimnya perlindungan terhadap TKI seperti yang tercermin dari kurangnya undang-undang maupun peraturan daerah tersebut menjadi tantangan bagi provinsi Jabar. Pasalnya, berdasarkan data kementerian tenaga kerja dan transmigrasi tahun 2010, jumlah penempatan TKI dari Jabar menempati porsi terbesar.

Jumlah terbesar berasal dari Cirebon sebanyak 129.717 TKI, kemudian diikuti Indramayu 95.581 TKI, Subang 95.180, Cianjur 89.182, Sukabumi 55.207, dan selebihnya berasal dari Jawa Timur serta Lombok. Remitansi (pengiriman uang) oleh TKI yang berasal dari Jabar tersebut berjumlah Rp 4triliun per tahunnya.

Di tempat yang sama, pengamat masalah perburuhan sekaligus alumni Akademi Buruh Migran Turin-Italia 2011 Organisasi Buruh Internasional, Muhammad Iqbal, mengatakan, sebanyak 1.228 TKI asal Jawa Barat dari 2.349 TKI seluruh Indonesia dipulangkan dari Jeddah Arab Saudi. Menurut dia, TKI asal Jabar yang dipulangkan tersebut adalah yang bermasalah.

Masalah yang menimpa TKI tersebut berupa permasalahan eksternal maupun internal. Untuk masalah eksternal mencakup sistem pengiriman yang amburadul, gaji yang tak dibayar, pelecehan seksual, kekerasan fisik, TKI “ilegal”, dan korban trafficking. Sementara permasalahan internal yang biasa melanda TKI mencakup stress, gegar budaya, permasalahan keluarga, dan masalah penyesuaian diri.

Menurut Iqbal, untuk mengatasi permasalahan yang melanda TKI, peran kelembagaan baik di dalam negeri maupun luar negeri perlu diperkuat. Penguatan lembaga dalam negeri mencakup peran lembaga pemerintah, penyelenggara penempatan (BNP2TKI), pemerintah daerah, khususnya daerah kantung pengirim TKI, dan menghilangkan peran calo, sedangkan penguatan lembaga di luar negeri mencakup penguatan peran perwakilan RI.

“Penguatan peran kelembagaan itu harus diiringi dengan pembagian tugas yang jelas antara institusi pemerintah dari pusat hingga daerah. Mulai dari tahap pra penempatan, penempatan, hingga purna penempatan,” kata dia.

Sementara itu, Erwin Kustiman, wartawan Pikiran Rakyat yang juga menjadi pembicara seminar, memaparkan mengenai perlindungan TKI dari segi pemberitaan media massa.

Menurutnya, media massa jangan memandang persoalan buruh migran secara sederhana. Namun, masalah potensi remitansi, ketersediaan lapangan pekerjaan, pertumbuhan ekonomi, serta kesejahteraan masyarakat di daerah asal juga harus menjadi bahan pertimbangan.

“Meskipun persoalan bagaimana mendorong negara agar mampu mengangkat harkat martabat warganya di kampung sendiri adalah jauh lebih mendasar,” katanya.

Erwin menambahkan, nilai remitansi dari kehadiran buruh yang memberikan potensi ekonomi yang besar bagi negara hendaknya tidak lantas membuat lupa permasalahan eksploitasi buruh migran sebagai suatu fenomena sosial.

Ditemui di sela-sela acara, Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jabar, Hening Widiatmoko, mengharapkan, revisi UU No. 39 Tahun 2004 dapat memberi keleluasaan bagi pemerintah daerah untuk mengelola TKI. Menurutnya, porsi pemda selama ini hanya menyentuh tahap pra pemberangkatan TKI saja.

Selain itu, Hening mengakui, Jabar belum memiliki perda yang mengatur perlindungan terhadap TKI. “Dengan diselenggarakannya seminar ini, kami mulai menuju ke sana (pembuatan perda perlindungan TKI). Sekarang, hal terpenting adalah duduk bersama pihak yang berkaitan dengan masalah TKI. Membicarakan apa yang dibutuhkan dalam penyusunan perda perlindungan TKI ini,” katanya.

Senin, 23 April 2012

Langit Terbuka Luas, Mengapa Tidak Pikiranmu? Pikiranku?

Kalau ada yang jeli, mereka pasti langsung ngeh dengan judul di atas. “Langit Terbuka Luas”? Bukankah itu adalah judul lagu Pure Saturday?

Kamis, 09 Februari 2012

Serba-serba....

Serba dadakan. Serba seadanya. Serba terburu-buru. Kondisi itulah yang kuhadapi akhir-akhir ini. Bagiku biasanya segala sesuatu diperlukan perencanaan serba matang dengan eksekusi yang terarah, terukur, dan cermat. Tapi, sekarang-sekarang tidak seperti itu. Semuanya serba mengikuti kondisi. Hasilnya? rontok.

Serba-serba...

Serba dadakan. Serba seadanya. Serba terburu-buru. Kondisi itulah yang kuhadapi akhir-akhir ini. Bagiku biasanya segala sesuatu diperlukan perencanaan serba matang dengan eksekusi yang terarah, terukur, dan cermat. Tapi, sekarang-sekarang tidak seperti itu. Semuanya serba mengikuti kondisi. Hasilnya? rontok.

Seperti biasa, pagi diawali dengan memikirkan rincian dari tema besar yang digagas malam sebelumnya. Lalu keluar dari rumah dengan pikiran kesana-kemari. Tidak hanya pikiran. "Buronan Mertua", motorku yang berumur lima tahun pun terbawa situasi: ia menjajal jl. pelajar pejuang, dago pojok, hingga ujung berung. Dibawah hentakan halilintar, ia menembus hujan deras. Melibas perapatan Gedebage yang dilanda banjir cileuncang. Tapi, seperti diriku, pada akhirnya ia pun ikut-ikutan rontok: mogok di tengah-tengah genangan air.

Semuanya menjadi serba dipaksakan, dan parahnya lagi, target tenggat waktu dilanggar hingga 45 menit. Ku ingat guyonan Armin, ketika mendengar cerita Ilham yang juga rontok seperti diriku saat memburu rincian tema besar. Katanya, "maneh teh rek ngabelaan naon atuh? (kamu tuh mau membela apa sih?)."

Guyonan Armin bagiku terdengar cerdas. Sebagai bahan untuk mentertawakan diri sendiri, guyonan Armin sangat pas. Apa yang sedang kubela sebenarnya hingga tubuh ini dan si Buronan Mertua harus rontok segala?

Aku kadang mengira-ngira, apakah orang-orang itu mempertanyakan kerja yang menjadi bagiannya?  Apakah semua ini semata-mata sebagai pembagian kerja belaka, dimana setiap orang memiliki perannya masing-masing dalam produksi sosial? Pembagian kerja demi apa?

Akhir-akhir ini aku sering berpikir mengenai aktivitas yang kulakukan. Berpikir mengenai kondisi serba dadakan, serba seadanya, serba dipaksakan, dan serba-serba lainnya, yang sering kuhadapi. Kenapa aku tetap saja menjalaninya? Apakah ada jalan lain? Bila ada, kenapa aku tak berjalan di sana?

    

Kamis, 02 Februari 2012

Kesaksian

Permasalahan uang sebagai alat penimbun kekayaan seringkali memunculkan rupa-rupa cerita aneh. Seperti yang kusaksikan pada peristiwa yang menimpa Kokom, seorang karyawati sebuah perusahaan air, beberapa waktu silam.

Suatu waktu perempuan berusia 39 tahun itu harus duduk di depan hakim, dan mendengarkan dakwaan jaksa di Pengadilan Negeri Bandung. Dia didakwa menyalahgunakan posisinya sebagai koordinator sales dan kolektor dengan cara menggelapkan uang perusahaan sebesar Rp 103juta. Uang hasil tagihan para kolektor, dan sales yang seharusnya diserahkan Kokom ke bagian kasir, diambil sebagian olehnya untuk kepentingan pribadi.

Mirisnya, saat ditanya oleh hakim mengenai penggunaan uang yang diambil oleh Kokom untuk kepentingan pribadinya itu, perempuan yang telah bekerja selama 22 tahun di perusahaan air itu menjawab, bahwa dia menggunakan uang tersebut untuk membayar arisan suaminya. Lalu, saat ditanya oleh hakim mengenai keberadaan suaminya sekarang, Kokom menjawab, bahwa suaminya kabur.

Cerita yang sungguh aneh. Entah Kokom bercerita seperti itu hanya untuk beralasan belaka, demi mencari empati hakim, atau memang demikian adanya, aku sungguh tak tahu.

Di lain kesempatan, ku sempat melihat berkas perkara Kokom. Dalam salah satu berkas tertulis: Kokom, bekerja di perusahaan air semenjak 1991 dengan upah sebesar Rp 2juta.

Rp 2juta? 22 tahun bekerja?

Kemudian aku teringat saat jaksa selesai membaca dakwaan. Saat itu, hakim bertanya kepada Kokom perihal apakah ada bantahan atas dakwaan yang telah dibacakan. Kuingat jelas Kokom saat itu menggelengkan kepala.

Selasa, 10 Januari 2012

capruk: yangprofanyangsakral

Keabsurdan dunia. Kegoblokan sisifus. Misteri kematian. Lelucon semakin tidak lucu akhir-akhir ini, tapi terus-menerus direproduksi. Dari mulai pola duniawi: dilahirkan, dipaksa untuk bertahan, lalu tiba-tiba mati. Kemudian candu dari langit bernama agama yang memberi ranting untuk bertahan sejenak dari arus deras sungai kehidupan. Lelucon semakin absurd tatkala pola duniawi dioplos dengan candu agama dosis maksimum: terbang mabuk ke dunia mistik-spiritual yang berkabut dengan kaki lecet yang tetap menapak tanah bumi yang telah tercampur kotoran dan bangkai.

Imaji tentang kesucian, pelarian menuju janji penyelamatan dan penebusan dosa, nirwana, tanah tanpa keresahan, valhala, cinta murni…keabadian…sementara kulit semakin keriput, infeksi semakin menyebar, nafas semakin terengah, pandangan semakin memburam. Kehidupan, kematian, kelapangan nirwana, keresahan duniawi…pelarian dari yang profan ke yang sakral….mabuk keabadian dalam kegamangan siklus peradaban yang tumbuh, berkembang, lalu hancur berkeping-keping.

Bersulang, para pemabuk. Cheersh.