Sabtu, 04 Agustus 2012

Lalaheran dari Cimaung


Sambil melayani pembeli, pandangan Yani (30) sesekali melihat ke arah jalan besar di depan warung miliknya. Di jalan itu ada Krisna (6), anaknya, yang sedang bermain papan luncur bersama temannya, Kurnia (8). Di jalan tersebut terkadang beberapa motor hilir mudik. Yani khawatir bila motor tersebut mencelakai mereka.

"Saya tidak tahu dari mana mereka mendapatkan papan luncur itu," ujarnya sambil melihat anaknya bermain papan luncur, "entah ada yang membelikan atau membuat sendiri. Tapi, setiap puasa, mainan seperti itu memang selalu bermunculan.   


Sesekali Yani memanggil Krisna untuk tetap berada di sisi jalan raya. Namun sebaliknya, tak ada raut kekhawatiran terpancar dari wajah Kurnia dan Krisna.  Senyum dari wajah mereka malah mengembang seiring papan yang mereka tumpaki mulai meluncur.
***
Menyusuri daerah Jln. Gunung Puntang, tepatnya Desa Pasirhuni, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung, pada sore hari, acapkali terlihat beberapa anak membawa papan luncur seperti yang dimainkan oleh Krisna dan Kurnia.

Papan luncur yang sering dimainkan anak-anak itu memiliki desain seadanya saja: disusun dari kayu bekas, dengan laher (bearing) yang juga bekas sebagai roda yang dibeli dari bengkel terdekat.

Kebiasaan anak-anak Desa Pasirhuni memainkan papan luncur itu dikenal dengan beragam nama. Ada yang menyebutnya papan luncur laher, balap mobil laher, atau hanya lalaheran saja. Meskipun berbeda panggilan, tapi ada satu kata yang selalu ada, yakni kata laher. Roda papan luncur yang menggunakan laher bekas itu memang menjadi ciri khasnya, sehingga kata tersebut sering dibawa dalam penamaan.

Anak-anak Desa Pasirhuni itu hanya memainkan papan luncur saat bulan puasa tiba. Mereka memainkannya dari sore hingga malam. Bila sore menjelang, mereka memainkannya untuk menunggu buka puasa. Sementara pada malam hari, biasanya mereka bermain di tengah-tengah waktu taraweh atau sesudah taraweh. Namun demikian, sesudah solat subuh pun beberapa anak masih ada yang memainkannya.

Sementara untuk membuatnya, terkadang anak-anak itu sendiri yang membuatnya. Mulai dari 2-4 anak sekaligus bisa secara beramai-ramai membuatnya. Oleh sebab itulah, papan luncur laher tersebut bisa memiliki panjang yang bervariasi. Ada papan luncur yang hanya untuk seorang saja. Namun, ada juga papan luncur yang sengaja dibuat untuk kapasitas empat orang sekaligus.

Salah satu faktor yang membuat permainan papan luncur laher berkembang di  Desa Pasirhuni adalah karena faktor jalannya yang menanjak. Jln. Gunung Puntang, yang merupakan jalan utama Desa Pasirhuni, memang berujung di Gunung Puntang. Kondisi seperti itu sangat mendukung untuk permainan seperti papan luncur laher ini.

Anak-anak Desa Pasirhuni yang bermain papan luncur akan berjalan ke tempat yang lebih tinggi untuk kemudian meluncurkan papannya ke daerah yang lebih rendah.

Meskipun permainan papan luncur banyak diminati oleh anak-anak Desa Pasirhuni, namun ada juga warga yang merasa jengkel dengan permainan tersebut. Kejengkelan itu biasanya datang dari pengendara motor. Hamad, tukang ojek di Desa Pasirhuni misalnya, selalu jengkel terhadap anak-anak yang bermain papan luncur laher. "Apalagi kalau malam kadang sampai tidak bisa ke mana-mana, karena saking banyaknya orang yang bermain papan luncur," ujarnya.

Jalan utama Desa Pasirhuni sekarang memang tidak sesepi seperti sepuluh tahun ke belakang. Saat ini, terdapat banyak kendaraan bermotor lalu lalang di daerah tersebut. Namun demikian, hal tersebut tak membuat gentar beberapa anak-anak yang bermain papan luncur tersebut. “Habisnya, main papan luncur ini seru, Om. Kalau masalah keselamatan, asal kita hati-hati aja,” ujar Rendi, salah seorang anak yang saat itu usai meluncur.

Tidak ada komentar: