Sambil melayani pembeli, pandangan Yani (30) sesekali melihat ke arah
jalan besar di depan warung miliknya. Di jalan itu ada Krisna (6),
anaknya, yang sedang bermain papan luncur bersama temannya, Kurnia (8).
Di jalan tersebut terkadang beberapa motor hilir mudik. Yani khawatir
bila motor tersebut mencelakai mereka.
"Saya tidak tahu
dari mana mereka mendapatkan papan luncur itu," ujarnya sambil melihat
anaknya bermain papan luncur, "entah ada yang membelikan atau membuat
sendiri. Tapi, setiap puasa, mainan seperti itu memang selalu
bermunculan.
Sesekali Yani memanggil Krisna
untuk tetap berada di sisi jalan raya. Namun sebaliknya, tak ada raut
kekhawatiran terpancar dari wajah Kurnia dan Krisna. Senyum dari wajah
mereka malah mengembang seiring papan yang mereka tumpaki mulai
meluncur.
***
Menyusuri daerah Jln. Gunung Puntang, tepatnya
Desa Pasirhuni, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung, pada sore hari,
acapkali terlihat beberapa anak membawa papan luncur seperti yang
dimainkan oleh Krisna dan Kurnia.
Papan luncur yang sering
dimainkan anak-anak itu memiliki desain seadanya saja: disusun dari
kayu bekas, dengan laher (bearing) yang juga bekas sebagai roda yang
dibeli dari bengkel terdekat.
Kebiasaan anak-anak Desa
Pasirhuni memainkan papan luncur itu dikenal dengan beragam nama. Ada
yang menyebutnya papan luncur laher, balap mobil laher, atau hanya
lalaheran saja. Meskipun berbeda panggilan, tapi ada satu kata yang
selalu ada, yakni kata laher. Roda papan luncur yang menggunakan laher
bekas itu memang menjadi ciri khasnya, sehingga kata tersebut sering
dibawa dalam penamaan.
Anak-anak Desa Pasirhuni itu hanya
memainkan papan luncur saat bulan puasa tiba. Mereka memainkannya dari
sore hingga malam. Bila sore menjelang, mereka memainkannya untuk
menunggu buka puasa. Sementara pada malam hari, biasanya mereka bermain
di tengah-tengah waktu taraweh atau sesudah taraweh. Namun demikian,
sesudah solat subuh pun beberapa anak masih ada yang memainkannya.
Sementara
untuk membuatnya, terkadang anak-anak itu sendiri yang membuatnya.
Mulai dari 2-4 anak sekaligus bisa secara beramai-ramai membuatnya. Oleh
sebab itulah, papan luncur laher tersebut bisa memiliki panjang yang
bervariasi. Ada papan luncur yang hanya untuk seorang saja. Namun, ada
juga papan luncur yang sengaja dibuat untuk kapasitas empat orang
sekaligus.
Salah satu faktor yang membuat permainan papan
luncur laher berkembang di Desa Pasirhuni adalah karena faktor jalannya
yang menanjak. Jln. Gunung Puntang, yang merupakan jalan utama Desa
Pasirhuni, memang berujung di Gunung Puntang. Kondisi seperti itu sangat
mendukung untuk permainan seperti papan luncur laher ini.
Anak-anak
Desa Pasirhuni yang bermain papan luncur akan berjalan ke tempat yang
lebih tinggi untuk kemudian meluncurkan papannya ke daerah yang lebih
rendah.
Meskipun permainan papan luncur banyak diminati
oleh anak-anak Desa Pasirhuni, namun ada juga warga yang merasa jengkel
dengan permainan tersebut. Kejengkelan itu biasanya datang dari
pengendara motor. Hamad, tukang ojek di Desa Pasirhuni misalnya, selalu
jengkel terhadap anak-anak yang bermain papan luncur laher. "Apalagi
kalau malam kadang sampai tidak bisa ke mana-mana, karena saking
banyaknya orang yang bermain papan luncur," ujarnya.
Jalan
utama Desa Pasirhuni sekarang memang tidak sesepi seperti sepuluh tahun
ke belakang. Saat ini, terdapat banyak kendaraan bermotor lalu lalang
di daerah tersebut. Namun demikian, hal tersebut tak membuat gentar
beberapa anak-anak yang bermain papan luncur tersebut. “Habisnya, main
papan luncur ini seru, Om. Kalau masalah keselamatan, asal kita
hati-hati aja,” ujar Rendi, salah seorang anak yang saat itu usai
meluncur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar