Jumat, 25 April 2008

keluarga besar

Akhir-akhir ini bila keluarga besar berkumpul, pasti berisik. Soalnya jadi banyak bayi akhir-akhir ini. Dan sialnya, bayi-bayi itu, selalu menangis bila melihat saya. Mungkin melihat wajah dan rambut saya yang ga singkron dalam pandangan mata si bayi. Terus, lebih sialnya lagi,  kalau satu bayi udah nangis pasti ngerembet ke yang lainnya. Bisa sampai tiga bayi. Bayangkan, siang hari saat cuaca panas, bayi nangis, beuh, jangar. Kalau udah gitu kejadiannya, orang tuanya pasti nyuruh saya pergi jauh-jauh. Saya lebih memilih mengalah, daripada mendengar tangisan bayi itu makin keras.

Biasanya bayi perempuan yang sering nangis kalo ngeliat saya. Kalo bayi laki-laki, biasanya akur. Tapi, yang laki-laki juga bisa bikin murka. Terutama kalo lagi pengen maen perang-perangan, sedangkan saya pengen tidur. Kalau ga dilayani, beuh, udah…bantal, maenan, guling, semuanya bisa mendarat di kepala.

Dulu-dulu, sebelum sepupu-sepupu saya punya anak, suasana ketika ngumpul bareng keluarga itu santai. Bener-bener rileks, soalnya ga ada tangisan atau jeritan bayi. Suasananya adem, ngobrol bisa santai. Beda sama suasana akhir-akhir ini.  Sekarang udah kaya kebon binatang. Berisik. Tapi, ada sisi menyenangkannya juga, sih. Saya jadi punya mainan yang menggemaskan, haha. Nyubit pipi-pipi tembem itu lumayan menyenangkan. Mengelus-elus kepala mungilnya apalagi, hehe.

Tapi, yang lebih lucu itu adalah melihat kelakuan orang tuanya, sepupu-sepupu saya itu. Lucu juga ngeliat mereka, mengingat bagaimana pas jaman-jamannya mereka bujangan dibandingin dengan sekarang, ketika mereka berkeluarga. Ada sepupu saya satu orang, panggil aja Boni. Nah, Boni ini adalah orang yang termasuk cadas di anggota keluarga. Waktu masih kuliah, hobinya ngeganja (bandarnya malah, bos), gayanya urakan ala grunge era ’90 an (gondrong, celana sobek di lutut, flanel?), tindak-tanduknya ga pernah beres. Pokoknya begundal keluarga lah. Paling rock n’ roll dan rebellious sekaligus.

Sekarang…rambutnya cepak, pake polo shirt, sepatu kantoran…alah, pokoknya dia udah rubah lah. Beda, baik dari segi fashion sampe kelakuan (ehm, manner?). Saya ngeliatnya udah jadi kaya om-om, ga rock n’ roll lagi. Terus ada satu lagi sepupu cewe. Nah, yang ini mah keliatan udah kaya Mahmud (Mamah Muda). Terus, suaminya kaya om-om klimis middle class, gitu. Yuck! Pokoknya, udah jadi kaya orang-orang ‘kantoran metropolis’ pada umumnya lah. Bahan obrolan tuh, terkadang seputar dunia kerja dan tentang mall-mall keren yang bisa dikunjungi bersama anggota keluarga. Pokoknya mah kaya baca Kompas rubrik ‘Kehidupan’ di hari Minggu! Orang-orang urban.

Jadi suka pengen ketawa sendiri sebenernya ngeliat perubahan-perubahan mereka. Dude, all the people surround me are getting older!haha. Sebenernya saya kurang sreg, sih, ngeliat perubahan sepupu-sepupu saya itu. Perubahannya ga rock n’ roll. Udah ga ada attitude lagi. Mereka udah melebur total aja sama masyarakat pada umumnya. Menjadi baut dan sekrup dalam mesin kapitalisme ini. Jadi orang-orang berdasi kantoran gitu. Entahlah, saya selalu antipati terhadap hal-hal berbau kantoran. Kesannya monoton.

Tuntutan-tuntutan hidup yang harus dihadapi oleh sepupu-sepupu saya itu sepertinya memang besar. Tanggung jawabnya udah bukan sama diri sendiri lagi…udah sama pasangannya, si bayi mungilnya. Hal-hal seperti itu yang sepertinya berperan besar merubah mereka menjadi seperti sekarang ini…om-om/tante-tante kantoran!hakahak. jadi suka bertanya sendiri, apakah ada pilihan bagi saya untuk tidak menjalani hidup seperti mereka, seperti orang-orang kantoran itu?

Maksudnya ga menjalani rutinitas seperti orang kebanyakan saat ini. Jam 8 ngantor, jam 5 pulang, jam 7 nya nyampe rumah. Udah gitu, disambut sama pasangan dan bayi di rumah yang terletak di sebuah hunian nyaman ‘yang khusus disediakan bagi Anda yang sibuk beraktifitas’.

Saya suka iri kalo ngeliat musisi-musisi, seperti James Hetfield, Stephen O’ Malley, Dylan Carlson, Ozzy Osbourne, Tom Araya, Tommi Iomi…hell, mereka tua-tua semua! Tapi, attitude mereka malah makin cadas. Makin tua makin kurang ajar. Album terakhir James Hetfield dengan Metallica-nya, ‘St. Anger’, intensitasnya makin naik. Thrash metal maksimum. Musiknya makin geber, padahal mereka udah tergolong tua. Biasanya yang tua-tua suka loyo dibawa mainin thrash metal, tapi Hetfield dkk tidak! Saya pernah liat live-nya mereka di tv membawakan lagu ‘Frantic’. Sebuah lagu yang cukup brutal bagi saya. Geber abis. Dan Hetfield membawakannya masih dengan energi prima. Tambahan, ia juga memainkan gitar sambil bernyanyi.

Saya selalu iri melihat mereka-mereka itu, para musisi-musisi jagoan. Mereka bisa menjalani hidup dan menghabiskan umur dengan melakukan hal-hal yang disenangi. Sepertinya, mereka tidak harus merubah identitas mereka, siapa mereka, seperti apa mereka, seiring putaran waktu yang menghabiskan umur mereka. Tambahan, mereka juga sudah berkeluarga dan ada beberapa di antaranya yang mempunyai cucu.

Hail to Sabbath, Sunn O))), Metallica, Slayer and all metal troops around the world!! Keep bangin’ motherfuckers!!!haha.

Sabtu, 19 April 2008

REASON - kemarau

Bila Stephen O Malley dan Greg Anderson begitu terpengaruh oleh Dylan Carlson, sehingga lahirlah sebuah band drone bernama Sunn O))). Maka, dari tangan saya pun bisa keluar sebuah proyek drone bernama Reason.

Ya, Reason adalah proyek musik drone pribadi saya. Sebuah dengung repetitif yang terpengaruh oleh Sunn O))), Earth dan Boris era Amplifier Worship. Dari keseluruhan struktur lagu, tidak bisa tidak, saya memang sangat terpengaruh oleh Sunn O))), khususnya era album 00Void.

Nama Reason sendiri saya catut dari sebuah software audio. Software ini kurang lebih sama dengan fruity loop. Tetapi, menurut saya, fruity loop ini lebih cocok bagi mereka yang senang dengan musik-musik elektro pop dsb. Sedangkan untuk Reason, fitur-fitur yang ada di dalamnya lebih cocok untuk mengeksplorasi sound-sound instrumen konvensional, seperti gitar, bass, efek, ampli dll.

Bila Anda berminat atau ingin mengunduh silahkan  klik  ke bagian  music.

Dylan Carlson and Stephen O' Maley is the man!!! 

Minggu, 13 April 2008

makar kedua

Apa yang sebenarnya dicari dari sebuah momentum ‘malam keakraban’, ketika beberapa puluh orang yang pernah sempat hadir bersama dalam kurun waktu tertentu berkumpul kembali? Memuaskan kerinduan untuk merasakan lagi saat-saat yang pernah dilalui bersama? Apabila begitu, lalu untuk apa? Apakah untuk mengingat kembali? Apa manfaatnya bagi diri kita bila kita mengingat saat-saat yang pernah dilalui tersebut?

            Ibarat cerita perjalanan. Suatu waktu kita berhenti melangkah. Kita membalikan tubuh kita ke arah belakang. Melihat apa-apa saja yang terbentang dibelakang punggung kita saat melangkah ke depan. Mungkin bila kita berjalan di atas pasir, kita akan melihat alas sepatu kita tercetak di atasnya. Membentuk sebuah alur dimana semakin jauh alur itu, ia akan semakin mengecil. Itu bila angin tidak kencang berhembus. Bila kencang, alur tersebut mungkin akan hilang. Kita hanya melihat pasir-pasir yang beterbangan mengikuti liukan angin yang berdesir.

            Mungkin sedikit dari diri kita menginginkan untuk kembali ke belakang. Ke ‘saat yang itu’. Yang terbayang mungkin hanya tawa dan keceriaan. Tapi, ketika menjalani ‘saat yang itu’-pun, seringkali terdengar keluhan-keluhan. Celetukan ketidakpuasan, seperti ‘ah, kenapa, sih, harus begini?!’ atau ‘uh, andai saja semua ini cepat berlalu!’ menjalani ‘saat yang itu’ seringkali kita muak, bahkan ingin cepat-cepat keluar darinya. Tetapi ketika semua itu mengecil ditinggalkan, hati menjadi bergetar. Pikiran dan perasaan akan mengenang ‘ah, betapa manisnya’. Ada kontradiksi disini.

            Beberapa hal menjadi tereduksi. Peristiwa-peristiwa yang membuat pait perasaan, memakan hati, melelahkan pikiran dan perasaan sekaligus, seakan-akan dihapuskan dari relung memori. Semuanya dikerdilkan artinya oleh sebuah ajakan atau undangan bertema ‘malam keakraban’. Rasanya seperti menafikkan hal-hal yang melelahkan hati dan pikiran di masa lalu yang kita bahkan tidak ingin mengingatnya  atau menjalaninya kembali. Itu hanya untuk melebur dalam ritual pelepas kepenatan dunia urban yang kebetulan diberi tajuk ‘malam keakraban’ dengan embel-embel ‘reuni’-an. Betul, kita terasing dan kita tidak ingin menjadi manusia yang kesepian.

            Ini hanya romantisme belaka. Setidaknya begitu ada yang berkomentar. Mungkin ia yang berkomentar mengetahui, di jalan yang profan ini, semuanya berlangsung biasa-biasa saja. Mau kita berhenti sejenak untuk menengok ke belakang, mau kita terus maju kedepan, pada akhirnya, ya, begitu itu, kehidupan. Dan ‘malam keakraban’ yang diembel-embeli reunian, pada akhirnya akan seperti itu juga, biasa-biasa saja.

            Menurut saya, memang, tidak ada gunanya untuk mengulangi hal-hal yang telah dilakukan. Bila satu urusan telah selesai dijalankan, maka jalanilah urusan yang lain. Menempatkan diri dalam situasi dan kemungkinan baru. Menyimpan hati yang telah lama dan usang dalam sebuah peti. Bukan untuk melulu dipelototi, apalagi memaksakan untuk memakainya di dada. Padahal kita tahu, ruang dan waktu ini, sudah tidak bisa lagi digetarkan oleh hati yang telah menemukan tempatnya di masa yang sudah lalu.  Tetapi, sekadar bukti otentik untuk diri ini saja, seperti, “oh, ya, saya pernah ada di saat yang seperti ini,” sudah. Begitu saja.

 

Catatan akhir:

Untuk teman-teman Jurnalistik Unpad Angkatan 2004, semoga berbahagia dalam menjalani hidup ini dan sukses selalu di masa sekarang ataupun yang akan datang. Good times, bad times…let it roll, hommies!!!