Selasa, 12 Januari 2016

Dylan Carlson





Sebelum memulai pertunjukan langsung lagu The Bees Made Honey In The Lion Skulls, secara singkat Dylan Carlson berbicara mengenai musik yang dimainkannya kini. Gospel menjadi musik yang banyak dia bicarakan saat itu.


Gospel, katanya, menjadi tipe musik yang universal. Berawal dari musik pengiring khotbah di gereja, gospel telah berkembang luas sehingga menciptakan genre-genre baru. 

RnB, indian music, sampai rock sekalipun menjadi varian musik yang mewarisi satu akar yang sama, yakni gospel. "Hanya saja untuk musik rock modern," katanya, "memiliki lirik yang berbicara tentang hal lain."

Saat itu Dylan seolah-olah berupaya menggambarkan perkembangan sebuah sejarah yang berujung dalam suatu turbulensi yang paradoksal. Di dalam struktur ia memiliki kaitan dengan masa lalunya, namun pada saat bersamaan, ada sebuah proses evolusi dalam jaringan-jaringan struktur musik yang mengarahkan untuk sama sekali berbeda dengan sejarahnya atau dengan ungkapan yang lain, dengan masa lalunya. 

Mungkin yang dia maksudkan: meskipun lirik musik rock berbicara tentang hal lain, entah itu satanisme atau pemberontakan norma, namun notasi di dalam struktur musik rock memiliki sejarahnya dari sebuah musik pengiring ritual religi yang biasa dilantunkan di dalam gereja. Bila demikian, maka ini bisa bermakna banyak. Tidak hanya berpisah namun sekaligus terkait dengan masa lalunya saja, tapi juga turbulensi antara apa yang berasosiasi dengan kebaikan, kesucian, dan sakral dengan yang jahat, kotor, dan profan.  

Saya tidak tahu, apakah Dylan sendiri sadar atau tidak (atau bisa jadi hanya aku yang terlalu mabuk), pernyataan selanjutnya dari dia menegaskan kembali nuansa paradoks itu tadi, namun dengan pembawaan tenang dan sebisa mungkin tidak membesar-besarkan masalah. 

"We're not doing songs of worship or anything like that, you know. It's more than a feeling," katanya. 

Pernyataan itu kemudian menjadi akhir pembicaraan. Lagu The Bees Made Honey In The Lion's Skull yang selama pembicaraan berdurasi 1 menit 5 detik hanya menjadi lagu latar dengan volume yang kecil, berangsur-angsur ke depan dan membuat segala intonasi dalam strukturnya menjadi jelas. Figur Dylan yang sebelumnya terus disorot, memudar. Digantikan dengan set panggung yang diisi Dylan dan rekannya yang lain, yakni Steve Moore, Don McGreevey, dan kekasih Dylan selepas fase keluarnya dia dari panti rehabilitasi narkotika, Adrienne Davies. 

Mereka menggubah himne yang apokaliptik. Dengung yang tipis menjadi detail, notasi hammond organ meliuk sangat lambat, dan feedback halus menggaung dari fender baritone. Selama 11 menit ke depan, pandangan terus menerus disuguhkan oleh pertunjukan langsung yang didominasi oleh warna kemerah-merahan. Musik terkadang bisa sedemikian absurdnya.

8 komentar:

jaka mengatakan...

mantap gan infonya dan sangat menarik

tejo mengatakan...

terimakasih bos infonya dan semoga bermanfaat

sarmin mengatakan...

makasih mas infonya dan salam sukses

kera4d mengatakan...

Yah begitulah, backlink dari google ini memang perlu untuk kita kejar dan kita dapatkan

peraktoto mengatakan...

Menarik sekali, perlu saya coba ini..
kebetulan lagi cara tentang hal ini.

goltogel mengatakan...

Info menarik dan boleh sekali dicoba, Makasih buat infonya dan sukses selalu.

bioskop4d mengatakan...

Mau mendapatkan pelayanan yang baik dan ramah???

Modal Kecil bisa mendapatkan hasil yg luar biasa...

republiktoto mengatakan...

artikelnya sangat bagus, terima kasih telah membagi informasi tersebut