Dari halaman depan Balai sudah terdengar dumelan Rul. “Bola api tai ledik,” katanya ketika dia nongol di pintu Balai sambil memandangi kami.
“Bola api apaan. Itu sih kembang api dari jauh. Mau aja
masyarakat kita dibodoh-bodohi,” kata Rul seraya masuk ke Balai, dan masih ngedumel.
Rul baru saja kembali dari tempat liputan di daerah Bedahan,
Sawangan, Kota Depok. Menurut desas-desus, konon di tempat itu selalu muncul
bola api bila malam menjelang tahun baru. Oleh masyarakat setempat, bola api
itu kerap disebut braja api. Konon, braja api itu bentuknya bundar seperti
bola. Dan setiap momen pergantian tahun, bola api itu akan terlihat seperti
melayang ke arah bawah. Bola api itu, katanya, diyakini sebagai fenomena gaib
dan berkaitan dengan ilmu santet.
Rul ternyata
penasaran dengan desas-desus itu. Apalagi, hari-hari sebelumnya, Mam dan Jun-rekan
lainnya-bercerita dengan sungguh-sungguh mengenai fenomena braja api.
Saat Rul tiba ke lokasi untuk mengecek kebenaran cerita itu,
ribuan warga sudah hadir duluan. Daerah Bedahan yang dikatakan sebagai tempat
untuk melihat braja api bentuknya seperti cekungan. Bila turun sedikit, akan
ditemui kuburan. Ribuan warga yang sudah lebih dulu hadir tidak ada yang turun
sampai ke kuburan. Mereka hanya berdiri di batas cekungan. Hanya Rul dan Win
saat itu yang turun sampai ke arah kuburan.
“Pas gua liat tuh yang namanya braja api, yaelah, itu mah
kembang api. Tapi, parahnya warga sampe ada yang histeris gitu,” kata Rul bercerita
kepada kami.
Rul tampak sangat menyesali keputusannya untuk mendatangi
tempat tersebut. Bela-belain berangkat menjelang dini hari dengan meninggalkan
keluarga di rumah, dan pada akhirnya hanya memunculkan rasa tertipu dan
termakan desas-desus yang tidak jelas. “Udah, jangan disinggung-singgung lagi
soal bola api. Nyesel gue,” ujarnya.
Kami tertawa ngakak mendengarkan kisah Rul saat itu. Apalagi
melihat raut wajah penuh penyesalan dari Rul. Win kemudian menimpali cerita
Rul. Win adalah seorang wartawan televisi. Dia bercerita kepada kami
pengalamannya mewawancari warga yang konon asli daerah Bedahan.
“Jadi, gue tanya sama tuh bapak-bapak. Dulu kan katanya
Bedahan itu situ, tapi sekarang udah ga ada lagi. Gue tanya, semenjak kapan
situ itu ngilang? Eh, si bapak jawabnya apa coba? Ga tau, katanya, waktu jaman
engkong saya masih kecil, situ itu juga udah ga ada. Lo bayangin coba,
waktu engkong masih kecil…Wah, udah ga bener nih. Gue langsung matiin tuh
kamera,” katanya dengan raut wajah yang juga penuh penyesalan seperti Rul.
Balai menjadi cukup riuh oleh tawa ketika Rul dan Win saling
bercerita dan menimpali dengan rasa ngenes.
Mam dan Jun, yang sebelumnya menyampaikan soal braja api, kemudian menjadi sasaran
kemarahan Rul dan Erwin. “Tuh bocah berdua, bener-bener ngerjain kita. Mereka
bilang katanya, katanya…tai ledik. Awas aja kalau nanti ketemu!” kata Rul
berseru. Ekspresinya sungguh kocak.
“Gue bilang juga apa. Ga ada itu braja api. Gua dulu
ngebela-belain sampai dua malem di sono, kaga nemu apa-apa. Itu mah kembang
api. Lagian, katanya bola api itu buat santet…ya kalau mau nyantet mah, nyantet
aja. Ga harus nunggu tahun baru,” kata Oki menimpali. Tawa pun kembali mengisi
Balai.
Tidak lama Rul dan Win di Balai. Setelah mengumpat-umpat serta
"mengecam" Mam dan Jun sekitar setengah jam, mereka berdua meninggalkan Balai.
Suasana di Balai pun kembali sepi. Setiap orang sibuk dengan urusannya
masing-masing, sebagian besarnya sibuk dengan sesuatu di laptop yang mereka
miliki.
“Lagian, kalau mau liat braja api, ngapain jauh-jauh ke Bedahan, yak? Diem di sini aja, nanti juga ada bola api yang turun dari langit,” ujar Yat kepadaku sambil pandangannya tidak lepas dari laptop, memecah kesunyian.
Aku kemudian teringat detik-detik puncak pergantian tahun. Suatu ketika terdengar bunyi ledakan kembang api yang terasa mirip
seperti tembakan beruntun sebuah kanon, dan teman-teman beringsut keluar
Balai. Penasaran.
Di langit saat itu, terlihat seperti bola berwarna merah. Tampaknya
sisa ledakan kembang api. Bola merah tersebut secara perlahan turun ke bawah,
entah akan mendarat di daerah mana. Bentuknya mirip juga seperti komet, karena seperti ada buntut di bola tersebut. Buntut kemerah-merahan itu meliuk-liuk, dia perlahan menjauhi langit, turun ke arah daratan. Namun belum sampai bola
merah itu menghilang dari langit, kami telah kembali masuk ke Balai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar