Jumat, 01 Januari 2016

2016


Dari halaman depan Balai sudah terdengar dumelan Rul. “Bola api tai ledik,” katanya ketika dia nongol di pintu Balai sambil memandangi kami. 

Di belakang Rul terlihat Win sedang membuka tali sepatu sambil jongkok. Saat itu pukul satu dini hari. Selebrasi pergantian tahun telah terlewati. Kebisingan petasan dan mercon sudah mereda. Hiasan kembang api di langit pun sudah tidak sebanyak ketika puncak pergantian tahun. Di dalam Balai ada empat rekan lainnya, seperti Yat, Oki, Ham dan Mar. 

“Bola api apaan. Itu sih kembang api dari jauh. Mau aja masyarakat kita dibodoh-bodohi,” kata Rul seraya masuk ke Balai, dan masih ngedumel

Rul baru saja kembali dari tempat liputan di daerah Bedahan, Sawangan, Kota Depok. Menurut desas-desus, konon di tempat itu selalu muncul bola api bila malam menjelang tahun baru. Oleh masyarakat setempat, bola api itu kerap disebut braja api. Konon, braja api itu bentuknya bundar seperti bola. Dan setiap momen pergantian tahun, bola api itu akan terlihat seperti melayang ke arah bawah. Bola api itu, katanya, diyakini sebagai fenomena gaib dan berkaitan dengan ilmu santet. 

Rul ternyata penasaran dengan desas-desus itu. Apalagi, hari-hari sebelumnya, Mam dan Jun-rekan lainnya-bercerita dengan sungguh-sungguh mengenai fenomena braja api. 

Saat Rul tiba ke lokasi untuk mengecek kebenaran cerita itu, ribuan warga sudah hadir duluan. Daerah Bedahan yang dikatakan sebagai tempat untuk melihat braja api bentuknya seperti cekungan. Bila turun sedikit, akan ditemui kuburan. Ribuan warga yang sudah lebih dulu hadir tidak ada yang turun sampai ke kuburan. Mereka hanya berdiri di batas cekungan. Hanya Rul dan Win saat itu yang turun sampai ke arah kuburan. 

“Pas gua liat tuh yang namanya braja api, yaelah, itu mah kembang api. Tapi, parahnya warga sampe ada yang histeris gitu,” kata Rul bercerita kepada kami. 

Rul tampak sangat menyesali keputusannya untuk mendatangi tempat tersebut. Bela-belain berangkat menjelang dini hari dengan meninggalkan keluarga di rumah, dan pada akhirnya hanya memunculkan rasa tertipu dan termakan desas-desus yang tidak jelas. “Udah, jangan disinggung-singgung lagi soal bola api. Nyesel gue,” ujarnya. 

Kami tertawa ngakak mendengarkan kisah Rul saat itu. Apalagi melihat raut wajah penuh penyesalan dari Rul. Win kemudian menimpali cerita Rul. Win adalah seorang wartawan televisi. Dia bercerita kepada kami pengalamannya mewawancari warga yang konon asli daerah Bedahan. 

“Jadi, gue tanya sama tuh bapak-bapak. Dulu kan katanya Bedahan itu situ, tapi sekarang udah ga ada lagi. Gue tanya, semenjak kapan situ itu ngilang? Eh, si bapak jawabnya apa coba? Ga tau, katanya, waktu jaman engkong saya masih kecil, situ itu juga udah ga ada. Lo bayangin coba, waktu engkong masih kecil…Wah, udah ga bener nih. Gue langsung matiin tuh kamera,” katanya dengan raut wajah yang juga penuh penyesalan seperti Rul. 

Balai menjadi cukup riuh oleh tawa ketika Rul dan Win saling bercerita dan menimpali dengan rasa ngenes. Mam dan Jun, yang sebelumnya menyampaikan soal braja api, kemudian menjadi sasaran kemarahan Rul dan Erwin. “Tuh bocah berdua, bener-bener ngerjain kita. Mereka bilang katanya, katanya…tai ledik. Awas aja kalau nanti ketemu!” kata Rul berseru. Ekspresinya sungguh kocak. 

“Gue bilang juga apa. Ga ada itu braja api. Gua dulu ngebela-belain sampai dua malem di sono, kaga nemu apa-apa. Itu mah kembang api. Lagian, katanya bola api itu buat santet…ya kalau mau nyantet mah, nyantet aja. Ga harus nunggu tahun baru,” kata Oki menimpali. Tawa pun kembali mengisi Balai. 

Tidak lama Rul dan Win di Balai. Setelah mengumpat-umpat serta "mengecam" Mam dan Jun sekitar setengah jam, mereka berdua meninggalkan Balai. Suasana di Balai pun kembali sepi. Setiap orang sibuk dengan urusannya masing-masing, sebagian besarnya sibuk dengan sesuatu di laptop yang mereka miliki. 

“Lagian, kalau mau liat braja api, ngapain jauh-jauh ke Bedahan, yak? Diem di sini aja, nanti juga ada bola api yang turun dari langit,” ujar Yat kepadaku sambil pandangannya tidak lepas dari laptop, memecah kesunyian. 

Aku kemudian teringat detik-detik puncak pergantian tahun. Suatu ketika terdengar bunyi ledakan kembang api yang terasa mirip seperti tembakan beruntun sebuah kanon, dan teman-teman beringsut keluar Balai. Penasaran. 

Di langit saat itu, terlihat seperti bola berwarna merah. Tampaknya sisa ledakan kembang api. Bola merah tersebut secara perlahan turun ke bawah, entah akan mendarat di daerah mana. Bentuknya mirip juga seperti komet, karena seperti ada buntut di bola tersebut. Buntut kemerah-merahan itu meliuk-liuk, dia perlahan menjauhi langit, turun ke arah daratan. Namun belum sampai bola merah itu menghilang dari langit, kami telah kembali masuk ke Balai.

Tidak ada komentar: