Menyelami dan memahami sesuatu yang rumit, adalah cara agar sesuatu yang sederhana bisa dihargai. Setidaknya pikiran seperti itu yang menyelimuti benakku akhir-akhir ini.
Seringkali, aku melihat, seseorang harus berhenti karena menghadapi sesuatu yang sulit untuk ditalar. Dia berhenti, dan berujar, "lebih baik kulakukan apa yang kumengerti."
Tetapi, pertanyaan yang muncul kemudian adalah, bisakah hal seperti itu menjadi justifikasi? Lantas, bagaimana bila selanjutnya kita malah terus-menerus jalan di jalur yang statis, dan tak menghasilkan perkembangan apapun?
Di ujung pandangan yang lain, ku melihat hasil kerja yang terlalu dipaksakan. Seringkali membuat semua proses yang telah dilakukan menjadi sia-sia. "Kamu tidak melihat kemampuan diri mu sendiri, dan bobot masalah yang kau hadapi," komentar seseorang yang menilai hasil kerja tersebut.
Dalam dua kutub berlawanan, namun memiliki bobot kesahihan yang sama, pilihan harus dilakukan, tentunya.
Bagi beberapa orang, termasuk diriku, itu adalah dilema. Terutama bila memikirkan kemungkinan konsekuensi yang harus diambil. Konsekuensi yang berkorelasi dengan kemungkinan hilangnya sesuatu dari dirimu. Sesuatu yang seharusnya bisa dioptimalkan. Opportunity cost, begitu orang-orang bilang, katanya.
Seringkali aku hanya ingin berhenti. Diam dalam ketenangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar