Selasa, 29 November 2011

Tentara Vs. Polwan

Waktu itu saya dengan teman-teman komplek sedang nongkrong di depan masjid sambil menunggu sholat Jumat. Tak beberapa lama, datanglah orang ini, temannya teman kami, Rizki. Sebut saja temannya teman kami itu dengan nama ‘Maman’. Si Maman ini postur tubuhnya besar, tegap, dan kekar. Rambutnya cepak seperti tentara.

Begitu mendatangi tempat kami nongkrong, dan menyapa teman saya, Maman lantas menyalami saya dan yang lainnya yang sedang nongkrong saat itu. Saat giliran saya bersalaman dengan Maman, saya hampir mau menjerit. Cengkraman tangan si Maman ini amit-amit kerasnya. Waktu itu saya lihat mukanya si Maman ini. Dia hanya tersenyum kecil. Kelihatan angkuh.

Itu orang memang sepertinya mau show off. Mau pamer kekuatan. Tapi jadinya malah menyebalkan. Kenal saja belum, tapi gayanya sudah mengintimidasi.

Teman saya yang lainnya pun sama. Tangan mereka jadi korban semua ketika salaman. Diremas keras sama si Maman. Saya dan teman-teman lainnya hanya bisa saling pandang. Merasa satu pemahaman dan penderitaan, tanpa berani protes terhadap kelakuan si Maman ini.

Setelah berbasa-basi dan nongkrong sebentar, Maman lantas masuk kedalam mesjid. Sedangkan kami tetap diluar. Merokok sambil menunggu sholat.

Selepas Maman masuk ke mesjid itu, yang tadinya suasana ‘tegang’, berubah jadi sedikit ramai oleh rasa kepenasaran. Kami mulai berani bertanya tentang orang yang punya cengkraman maut nan menyebalkan itu ke Rizki.

Ternyata si Maman ini adalah kepala staf sekuriti di salah satu ruko dekat rumah kami. Semacam kepala satpam. Pantas saja tangannya ‘besar’ dan keras berotot seperti itu. Tubuhnya juga tegap. Sepertinya tidak cukup kalau harus dipukuli oleh satu orang dengan standar fisik dan mental seperti kami yang lemah dan terlalu teracuni asap rokok.

Terus, setelah ngobrol ngaler-ngidul lagi, ternyata ada sisi yang menggelikan dari Maman. Jadi, sebelum bekerja sebagai kepala satpam, Maman terlebih dulu bergabung dengan TNI. Tentu saja ini aneh. Kalau dilihat dari sisi ‘karir’, perpindahan dari anggota TNI menjadi kepala satpam malah kelihatan seperti penurunan derajat.

Enya, jadi baheula na pas di TNI, si Maman bobogohan jeung polwan. Apekteh pegat. Nah, tidinya si Maman jadi teu baleg di TNI na. Jadi we si eta (Maman) dikaluarkeun ti TNI. Terus weh jadi kepala satpam nepi ka ayeuna [Iya, jadi dulunya pas di TNI, si Maman pacaran sama polwan. Ga tau nya putus. Nah, dari situ si Maman jadi ga bener di TNI nya. Jadi aja si Maman dikeluarin dari TNI. Terus jadi kepala satpam sampai sekarang]” cerita si Rizki.

“Si Anjing! Hahaha!” Si Apo, teman saya yang juga mendengarkan cerita Rizki, mengumpat dan tertawa keras.

Pastinya Jumatan waktu itu adalah Jumatan yang berisik oleh kami yang mentertawai si Maman. Perduli Imam berkhotbah apa waktu itu. Pastinya, di waktu Jumatan itu kami menemukan orang yang menyebalkan sekaligus konyol. Dan orang itu adalah Maman sang kepala sekuriti ruko. He’s the man!

Dibalik sikapnya yang angkuh dan mengintimidasi. Dibalik otot-ototnya yang liat dan tubuhnya yang tegap seperti Rambo, ternyata Maman punya cerita yang menggelikan juga.

Bener euy, satangguh-tangguh na tentara, pasti takluk ku awewe mah! Hahah! [Bener, setangguh-tangguhnya tentara, pasti takluk sama perempuan],” kata si Apo yang diamini oleh tawa kami yang puas.

Terus, masih dari cerita Rizki, ternyata saat ini Maman telah menikah. Tak tanggung-tanggung, dua perempuan telah dia nikahi. Kami berspekulasi saat itu, bahwa pernikahannya dengan dua perempuan itu adalah salah satu wujud ‘balas dendam’ dari kisah cintanya yang kandas dengan si Polwan. Spekulasi yang pastinya belum tentu benar. Tapi, cocok sebagai bahan tertawaan bagi kami waktu itu.

Hah. Maman-Maman…sang kepala sekuriti…he’s the man.

Minggu, 27 November 2011

Let Me In

Rating:★★★
Category:Movies
Genre: Horror
Setidaknya ada dua hikmah yang bisa dipetik dari film ini:

Pertama, bila dilingkungan kamu ada tetangga yang baru pindah, dan kebetulan si tetangga baru itu ternyata adalah cowok/cewek yang cantik atau ganteng, kamu jangan buru-buru bernapsu pengen kenalan atau nyantronin rumahnya. Setidaknya cek dulu latar belakangnya: siapakah gerangan? Sebelumnya tinggal dimanakah gerangan? Bagaimana silsilah keluarga besarnya? Apakah sang gerangan itu punya kasus atau engga sama aparat keamanan? Setelah kamu cek-ricek latarbelakangnya, dan ternyata latarbelakangnya itu bersih, maka kamu bolehlah menjalin hubungan dengan tetangga baru itu. Kalau tidak, lebih baik kamu menghindar dari si gerangan, atau kalau perlu, lapor aparat keamanan. Bilang ada yang mencurigakan dari si gerangan. Ini penting, karena siapa tau tetangga baru itu adalah seorang vampir penghisap darah yang tak pernah puas, danjuga sudah membunuh begitu banyak manusia, sehingga membuatnya harus sering pindah rumah agar tidak diketahui oleh aparat keamanan.

Kedua, jangan pernah menjalin hubungan asmara dengan vampir. Ini juga tak kalah penting. Ibaratnya, menjalin hubungan asmara dengan sesama manusia saja seringkali sudah menyita banyak hal, mulai dari waktu, tenaga, pikiran, mental, uang, dsb, dsb. Begitu banyak yang harus disita dari hubungan asmara sesama spesies. Nah, apalagi kalau menjalin hubungan asmara dengan vampir. Tidak saja waktu, tenaga, pikiran, mental, uang, dan sebagainya yang tersita, tapi juga nyawa, dan darah kamu sendiri yang bisa ilang gara-gara alasan ‘for the love of…’ yang absurd itu. Udahlah. Pasangan yang terbaik bagi kita memang berasal dari spesies sendiri. Biarpun vampir bisa hidup selamanya (bayangin kalau vampir itu adalah cewek berumur 19 yang masih perawan, itu artinya seumur hidup dia bakal terus perawan dan berumur 19. hihihi), dan juga bisa terbang, tapi vampir ga bisa keluar siang hari, dan vampir hanya senang darah sebagai sumber makanan dan minumannya. Itu artinya, kamu ga bisa pacaran siang hari sambil nyobain makanan dan minuman terenak yang ada di kota kamu. Kamu pengen kencan sambil makan cuanki, tapi pacar kamu yang vampir itu cuman pengen darah manusia. Kamu pengen kencan sambil minum bandrek, tapi pacar kamu yang vampir itu cuman pengen darah manusia. Ah, ribet.

Tapi…kalau kamu memang sudah terlanjur menjalin hubungan asmara sama vampir, mungkin kamu bisa nonton film ini. Lumayan buat sesi grup terapi ala alkohol anonymous itu. Semacam bercerminlah dari film.

Let Me In ini bercerita tentang seorang bocah penyendiri bernama Owen yang selalu di bully sama teman-teman di sekolahnya. Suatu hari, Owen tiba-tiba kedatangan tetangga baru. Nah, tetangga barunya ini ada dua orang. Yang satu adalah laki-laki tua, yang satunya lagi perempuan yang seumuran dengan Owen. Perempuan ini ternyata cantik gitu. Nah, lama-kelamaan si Owen mulai akrab sama si perempuan bernama Abby ini. Hubungan yang akrab itu teruslah berlanjut ke hubungan yang lebih ‘emo’ a.k.a. emosional, nyerempet-nyerempet asmara, hingga akhirnya berpacaranlah mereka berdua ini.

Tetapi, oh, tetapi, ternyata ada ternyatanya…setelah menjalin hubungan asmara dengan Abby, Owen ternyata menemukan rahasia yang amit-amit dari diri Abby, yaitu si Abby ini ternyata vampir dan pelaku dari serentetan pembunuhan sadis yang terjadi di kota Owen. Dari situlah muncul semacam pertentangan batin dalam diri Owen. Pertentangan batin ala coretan di bak truk pasir itu: pulang malu tak pulang rindu. Seperti itu lah. Owen jadi bingung dan perasaannya campur aduk: antara benci tapi sayang, takut tapi kasihan, pengen diputusin tapi terlanjur sayang, dsb, dsb.

Di sisi lain, keberadaan Abby ini perlahan-lahan terendus oleh seorang detektif (ini tokoh favorit saya) yang amat yakin, bahwa serentetan pembunuhan di Los Alamos, New Mexico, itu adalah ulahnya sekelompok satanists kvlt a.k.a. pemuja setan.

Ini film kalau kata saya unik sih, dan cukup keren. Isi ceritanya yang bikin unik, nyampurin antara drama, thriller, gore, dan horor. Bisa dibilang eklektiklah. Tapi di sisi lain, film ini juga ga ngilangin elemen-elemen tradisional vampir: seperti ga bisa keluar siang, atau kalau mau masuk ke rumah orang harus diundang dulu baru dia bisa masuk (ini yang jarang dimasukin ke film-film vampir).

Cukup kerenlah.