"Instead of being trained to be obedient subjects and disicplined wage-earners dominated by the ideology of individual achievement, people can be encouraged to think independently and to act in collective solidarity. It is self evident that a practice of this kind must lead to serious conflicts with the rulling class and cannot be reconciled with the normal workings of late capitalist society."
- Mandel, 'Late Capitalism' -
18 komentar:
what if people don't think (independently)?
what if people don't act (in collective solidarity)?
reality is, most of them (us) don't.
dari paragraf ini saya mulai mengerti, apa itu "idealis"
dari kursi saya duduk sekarang, saya mulai mengerti,
mengapa banyak orang yang tersenyum nyinyir ketika dulu saya ngomongin hal-hal yang semacam "idealisme".
yang saya dapat dari buku.
salut, pada mereka yang sangat percaya pada kekuatan dan kemauan manusia.
i really really do. because, friend, some human being, are just sucks.
hehe :D
tau kejadian tentang sebelas pekerja di cina yang bunuh diri dalam waktu yang berdekatan, dan dalam satu perusahaan yang sama? di titik ekstrim, kemungkinan besar depresi akut seperti pekerja di cina itu bisa terjadi (bisa terjadi pada saya, kamu, atau orang-orang terdekat kita). semacam perasaan terasing, semenjak kerja di dalam relasi sosial masyarakat yang mengagung-agungkan hak kepemilikan, kompetisi, sama orientasi laba juga jadi sumber keterasingan itu sendiri.
Hmm, ini kurang ngerti maksudnya apa euy..
waktu baca Mandel ini, ga kepikiran istilah idealisme kaya gitu. justru yg ketangkepnya malah tentang ternyata ada pandangan alternatif tentang cara mahamin hidup. pandangan alternatif yang punya energi sama harapan, buat ngejalanin hidup biar ga terlalu membosankan. biar hidup ga kehilangan humor, masih bisa ketawa...dan yang paling penting, ngejaga pikiran biar terus waras: minimal ga terjebak dalam obrolan membosankan tentang bagaimana si anu sekarang dapet posisi 'ini' di tempat 'itu', atau si anu sekarang dapet posisi 'itu' ditempat 'ini'. ilusi-ilusi prestise.
lagipula...duh, idealisme gitu loh. hahah. beurat ku istilah jeung asa so yesterday. itu mah cocoknya dilabelin sama mahasiswa tukang demo yang jadi anggota organisasi berhaluan kiri radikal (biasanya mahasiswa angkatan '98)...atau engga jurusan jurnalistik fikom unpad.
oya, dan saya juga ga ngerti apa yang kamu ngerti tentang paragraf Mandel ketika dibaca sembari duduk dari kursi kantor, soalnya ga dijelasin. mungkin bisa dijelasin? maklum, lagipula saya mah pengangguran.
gimana yah,
waktu baca paragraf itu kayaknya naif. bagus, positif, tapi naif.
atau saya aja kali yang salah lingkungan. bisa jadi.
dan buat saya ini muntahan idealisme si penulis itu.
it's just too good to be true.
*kata saya yang pesimistis dan neurotik :p
enggak tau, kurang pengetahuan, beri tahu saya, dong.
i see, yep, kebayang rujukan dan hasil pemikirannya si penulis yang kamu kutip itu.
hmm, klo kata saya sih pikiran orang-orang macam dia realistis di jaman sekarang. ga naif juga. mereka masuk ke dasar sistem sosial masyarakat. ngenalin geraknya dan ngambil pengetahuan ttg gimana sistem sosial itu dijalanin. dan buat saya yang juga bagian dari sistem sosial ini, yang beraktifitas sma berinteraksi didalemnya; kuliah, dan setelah kuliah nyari kerja buat ngehidupin diri sendiri nantinya...hoho,samar-samar semuanya mulai kerasa masuk akal kenapa saya harus ngelakuin semua itu.
hmn, mungkin saya harus baca bukunya bo. karena dari paragraf itu saya sama sekali enggak nangkep apa yang kamu tangkep ini. sama sekali berbeda. buat saya sekolah, kuliah, dll adalah apa yang dia bilang "trained to be obedient" dan mengejar prestasi pribadi. enggak ada hubungannya sama kepentingan bersama. dan si penulis justru bileng sebaliknya, kan? dia bilang daripada dilatih mending dibiarkan sadar dan bergerak atas kesadaran kolektif, yang mana sangat naif di jaman sekarang, buat saya, bisa, tapi susah. orang masih bergerak untuk pencapaian pribadi di lingkungan yang memiliki standar yang sama untuk semua orang, masih semacam sekolah, kuliah, dengan standar yang sama semua orang berlomba dapat nilai terbaik. buat saya, ini yang realistis (dalam artisan sesuai realitas). begitu.....
"kuliah dan setelah kuliah kerja" enggak saya dapet sama sekali dari paragraf ini. malah, manusia harus bergerak dan melakukan sesuatu karena kesadaran kolektif. semacam bersama-sama membangun masyarakat dan bla bla bla.
berarti memang, enggak bisa berasumsi hanya dari quotes, yah?
jadi salah persepsinya, saya :D
kenapa kita suka memulai dengan "hmn"? baru sadar, hihi :D
yup. saya setuju sma apa yg kamu tangkep itu...termasuk realistis sesuai sma realitas.
hal yang saya ga setuju adlh ketika kmu bilang, bahwa pandngan seperti ini naif. yg saya tangkep, naif = ga realistis = pandangan hidup seperti ini ga bisa diterapin di realitas.
banyak org yg menganggap cara hidup seperti jaman sekarang itu udah dari sananya alias akibat takdir Tuhan YME...udah lumrah kalau di wc umum ada keterangan: buat yang kencing Rp 500, buat yg BAB Rp 1000 (kasarnya gitulah). dari sananya udah kaya gitu, udah takdir Tuhan yme...dan karena udah takdir Tuhan yme, maka cara hidup kaya gini ga bisa dirubah.
padahal, cara hidup seperti ini atau cara hidup, maaf, kapitalisme hadir karena tangan manusia juga. punya sejarahnya sendiri kenapa ia bisa kebentuk dan jadi lumrah seperti sekarang. kalau ga percaya, bisa dilacak di abad ke 18...abad yg dibuku-buku sejarah disebut revolusi industri.
nah, jadi klo cara hidup seperti sekarang dibuat oleh tangan, pikiran, sm ide-ide manusia (bukan karena tuhan yme menakdirkannya seperti itu), lalu kenapa cara hidup yg lain dari cara hidup yang seperti sekarang yg sama-sama keluar dari tangan, pikiran, sm ide-ide manusia disebut naif atau ga realistis? masih ada kesempatan buat ngerubahnya dengan cara hidup yg lain (liat aja krisis2 yg skrg2 lagi 'hot' dan siklus rentang tiap kejadiannya semakin pendek dari waktu ke waktu: krisis moneter, krisis kredit rumah, depresi besar, dll).
cuman, emg kalau sendirian yg punya pikiran kaya gitu, dan hidup ditengah lingkungan yg msh asing dengan pikiran kaya gitu, kesan 'naif' seperti itu emg wajar keluar. masalahnya, ibarat pepatah kuno yg tentang orang gila itu...yg dari sepuluh orang, sembilan orang ga waras, dan ada satu org waras. dan org yg terakhir ini teriak2 ke sembilan org itu bahwa mereka itu gila semua. tapi org terakhr itu ga digubris, dan mlh disangka klo dia sebenerny yg ga waras. di tataran personal, semuanya jadi masalah state of mind. tapi ga tertutup kemungkinan, ketika secara perlahan setiap orang punya pemahaman berbeda dari, maaf, kapitalisme dan setiap org berniat merubahnya untuk ke arah yang sama sekali berbeda...pandangan2 alternatif tsb malah jadi sesuatu yg lumrah, dan ga disebut pndgn yg naif atau ga realistis. semuanya jadi masalah state of mind...
...dan saya percaya ada cara hidup yg lain, atau pandangan lain seperti penulis di atas yg bisa diterapin. saya memilih untuk percaya. cara hidup, maaf, kapitalisme baru berjalan sebentar...abad 18. berapa abad lewat tuh kalau diitung sampai sekarang? dari ukuran personal, dari abad 18 smpe skrg, mungkin kerasa udah berjalan lama...tapi dari ukuran jatuh bangunnya peradaban, itu baru sebentar. msh ada periode2 lainnya yg bakal dirasain sm anak-cucu kta nanti (kita mungkin dah dimakan belatung di bawah tanah), dan entah apa yg bakal mereka rasain pas hidup nanti. mudah2an sih ga ada lagi cerita sekolah untuk kerja, invasi, monopoli, perampokan, krisis dan tetek bengeknya (tapi bumi emg ga dimaksudin utk jadi surga akhirat kali ya?).
jadi, semuanya masalah gimana ide ini bisa terus ada, sma usaha yang bersangkutan........soal naif atau engga, itu masalah gmn ide ato usaha itu berkembang...sisanya, bagian dari kemurahan alam sm kesempatan2...
ya iya ath semua org pgn yg terbaik. emgnya komunis soviet, kudu sama semua :)
o iya ya? heu. jodoh ape kite? :b
yepp. this is what i mean :D
mungkin, berjodoh dengan kata hmn :D
walopun bukan berarti saya setuju pandangan Mandel naif. saya ga setuju.
Sungguhpun, perdebatan antara strukturalis, yang percaya bahwa struktur itu ajeg, dan instrumentalis humanis, yang percaya bahwa kelas-lah (yang terdiri dari manusia-manusia) yang berpotensi menentukan sejarah...hahahaha...
@Achil: apa kabar?ahihihi
@Abo: mungkin kita yang berjodoh. Aku dan kamu..ahhihi
sungguhpun deno...instruktur :D
embung ah. getek nu aya..
halo deno, kemana saja ih ih ih?
kangen saya tidak? :))
Posting Komentar