Tampilkan postingan dengan label laporan jurnalistik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label laporan jurnalistik. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 10 Oktober 2015

Cerita dari Jalur Kledung



“Haarrkkk…harrrkkk...harrrkk”

Suara aneh dan tidak jelas itu terdengar begitu nyaring pada malam hari ketika kami berkemah tidak jauh dari Pos 3 pendakian Gunung Sindoro di jalur Desa Kledung, Kabupaten Tumenggung, Provinsi Jawa Tengah. Saat itu jam menunjukkan pukul 21.00. Kawan lainnya yang sedang beristirahat di dalam tenda tiba-tiba saja saling memandang satu sama lainnya saat mendengar suara yang terasa menakutkan itu. “Babi hutan,” ujar seorang kawan, Damar Fery Ardian. 

Jumat, 07 November 2014

Panen Terakhir Saifudin



September tahun ini menjadi panen padi terakhir bagi Saifudin, petani asal Desa Bugis, Blok Cesan, Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramayu. Setelah belasan tahun menggarap sawah, kini Saifudin tidak akan lagi menggarapnya.

Rabu, 22 Oktober 2014

Ironi dari Tinumpuk



Sekitar 3 kilometer ke arah timur dari kompleks pengolahan minyak bumi dan gas milik PT Pertamina di Kecamatan Balongan, Kabupaten Indramayu, kita akan tiba di Desa Tinumpuk, Kecamatan Juntinyuat. Berbeda dengan kesan megah saat melewati kompleks pengolahan minyak Pertamina melalui jalan raya Balongan-Juntinyuat, di Desa Tinumpuk kita akan melihat kesederhanaan layaknya suasana pedesaan. 

Senin, 16 Juni 2014

Mengolah Mangrove di Tepian Pesisir Tandus


Menunggu cukup lama agar tulisan ini bisa dimuat. Menunggu hingga kurang lebih dua minggu. Tapi, akhirnya tulisan ini bisa dimuat juga di Harian Umum Pikiran Rakyat edisi Senin, 16 Juni 2014. Meski banyak tulisan yang dipotong, karena keterbatasan halaman.

Secara personal, proses pembuatan tulisan ini sangat kunikmati: menyusuri perkampungan, melihat areal pertambakan, jajaran pohon mangrove di tepian sungai..pengalaman yang menyenangkan, dan tentunya berharga. 

Selamat membaca, dan menikmati tulisan ini, seperti saya menikmati proses pembuatannya :)

Senin, 28 April 2014

Rukun Ihktiar


Alkisah, pada awal tahun 1930, seorang buruh bengkel angkatan udara (sekarang AURI) Husein Sastranegara Bandung terpaksa mendekam di balik terali besi karena terjerat pinjaman lintah darat. Kejadian tersebut langsung menyebar di antara teman-teman sejawatnya sesama buruh bengkel. Termasuk R. Sukardi, Rum Affandi, dan Kartawiria.

Sabtu, 22 Maret 2014

Abrasi di Indramayu




Beberapa minggu terakhir, aku banyak menyusuri daerah pantai utara di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Melihat-lihat seperti apa kondisi yang ada di sepanjang pantai tersebut. Hitung-hitung pengenalan wilayah, karena kantor menugaskanku untuk meliput wilayah ini. 

Senin, 03 Februari 2014

Trauma Bencana


Terjadi banyak peristiwa longsor di wilayah liputanku di Kabupaten Bandung Barat beberapa minggu terakhir ini. Sampai suatu saat, aku mendatangi salah satu lokasi longsor di Kampung Ciburial, Desa Cibogo, Kecamatan Lembang. Kala itu, sebanyak dua kali aku mendatangi kampung tersebut.

Minggu, 15 Desember 2013

Menepi di Situ Cisanti



Sinar matahari pagi menyentuh permukaan air Situ Cisanti yang terletak di Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung. Refleksi aktivitas manusia terlihat dari permukaan air situ yang juga merupakan hulu Sungai Citarum. 

Sabtu, 30 November 2013

Para Pengolah Batu di Cisanggarung



Sejumlah warga terlihat mengolah batu alam di sepanjang jalan utama di Kampung Cisanggarung, Desa Cikadut, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung. Beberapa di antaranya ada yang bernaung di bawah tenda di sisi jalan utama sambil memotong batu alam agar berbentuk persegi. Beberapa di antaranya ada yang melakukan itu di halaman rumahnya. Di sekeliling mereka, bertumpuk-tumpuk batu alam yang masih belum berbentuk tampak menjadi latar belakang.

Jumat, 10 Agustus 2012

Di Sini Khattahath Menempa Ilmu



Nuansa seni terasa ketika masuk pelataran Pesantren Alquran Kaligrafi Lemka (Lembaga Kaligrafi Alquran) di Jalan Bhineka Karya No. 53, Kelurahan Karamat, Kecamatan Gunung Puyuh, Kota Sukabumi. 

Sabtu, 04 Agustus 2012

Ngabuburit di Bandung


Meluangkan waktu dengan beragam aktivitas hingga tiba berbuka puasa sudah menjadi kebiasaan umum saat bulan ramadan. Hal tersebut kerap dikenal dengan istilah ngabuburit. Dengan ngabuburit, masyarakat umumnya datang ke tempat ramai, sekadar berkumpul bersama handai tolan, dan mencari hiburan ringan. Dengan begitu, tak terasa azan magrib berkumandang dari pelantang suara masjid.

Kamis, 19 Juli 2012

Saya pasrah...kepada yang maha kuasa...atas kenaikan harga daging ayam ras...dan komentar para pelaku peternakan unggas sejabar

Sejumlah pedagang daging ayam berhenti berjualan di beberapa pasar Kota Bandung, Jumat (13/7). Hal tersebut menindaklanjuti protes yang sebelumnya dilakukan oleh dua organisasi pedagang daging ayam di gedung sate pada Kamis (12/7). Dalam protes itu, mereka mengancam akan berhenti jualan bila harga daging ayam terus melambung.

Enjang, pedagang daging ayam di Pasar Sumber Hurip pun hanya berjualan ayam kampung. Lapaknya berjualan tidak sepenuh biasanya. "Hari ini saya libur jualan daging ayam ras. Soalnya, dari bandarnya juga stok ayam tidak ada," ujarnya.

Sesekali, muncul beberapa pengunjung pasar yang menanyakan daging ayam ke Enjang. Namun, pertanyaan pengunjung itu selalu dijawab sama olehnya. "Hari ini tidak jualan, Ibu," katanya.

Enjang belum mengetahui pasti hingga kapan dia berhenti berjualan. Satu-satunya kepastian yang dia dengar hanyalah perkiraan semata. "Dengar-dengar, sih, besok bandar ayam sudah menyediakan suplai daging ayam. Tapi, tak tahu juga. Malah, saya dengar bandar yang ada di Cimahi sudah mulai menyediakan stok ayam hari ini. Namun, belum pasti juga kebenaran informasi tersebut," katanya.

Di Pasar Sumber Hurip ada empat pedagang ayam. Menurut Enjang, keempat pedagang ayam, termasuk dirinya, sama-sama tidak jualan. "Sebenarnya, tingginya harga adalah inti permasalahan daging ayam ini. Saya, sih, hanya pedagang kecil. Hanya ingin banyak konsumen. Masalahnya, bagaimana konsumen bisa banyak, kalau harganya itu malah tinggi," kata dia.

Permasalahan produksi, seperti DOC, biaya makanan, obat, atau perawatan ayam dapat menjadi penentu kenaikan harga ayam akhir-akhir ini selain hukum penawaran dan permintaan. Enjang merasakan hal seperti demikian.

"Saya juga adalah peternak ayam, selain penjual daging ayam. Meskipun skalanya masih sangat kecil lah. Ongkos biaya produksi memang bisa sangat berpengaruh terhadap kenaikan harga. Contohnya, harga DOC sekarang bisa sampai Rp 20.000, dan makanan ayam Rp 63.000. Harga segitu berat sekali bagi peternak," kata dia.

Harga daging ayam ras saat ini berada di kisaran Rp 32.000. Enjang mengaku, dia membeli ayam hidup dari bandar seharga Rp 20.000, kemudian dijual dalam bentuk daging potong seharga Rp 32.000. "Harga jual yang saya terapkan itu setelah menghitung proses pemotongan, dan pengulitan. Dimana dari proses tersebut, bobot ayam akan berkurang. Dari yang dibeli sekilo setengah, jadi sekilo misalnya. Penghitungan dari pedagang seperti itu,” kata  dia.

Sementara itu, di Pasar Anyar, sebanyak 48 pedagang ayam juga berhenti jualan. “Sebenarnya, tadi pagi ada dua pedagang yang menjual ayam. Namun, mereka hanya menjual daging ayam sisa kemarin. Berjualannya pun tidak lama, tak sampai menjelang siang,” kata Kepala Unit Pasar Anyar, Yuyu Yudisman, di kantornya.

Mogoknya para pedagang ayam di Bandung tentunya tidak harus dibiarkan berlarut-larut. Pasalnya, kejadian tersebut akan berimbas ke semua pihak. Meskipun pihak yang paling merasakan dampaknya adalah pedagang ayam itu sendiri. “Beban pedagang ayam itu berat. Konsumen bisa saja beralih ke supermarket bila di pasar tradisional tidak ada ayam. Namun, bagi pedagang ayam, mereka tidak bisa beralih kemana-mana,” ujarnya.

Menurutnya, pedagang ayam terbebani oleh biaya yang melambung dari bandar, sementara dengan harga yang melambung tersebut, ayam dikhawatirkan tidak akan terjual habis. Bila ayam tidak terjual habis, tentu akan menjadi penghamburan bagi pedagang tersebut.

Muhaimin, pedagang ayam di Pasar Anyar, mengatakan, pemerintah perlu menangani permasalahan kenaikan harga ayam tersebut agar tidak terus-menerus merugikan para pedagang. Dia menambahkan, aksi mogok jualan yang dilakukan oleh para pedagang ayam di Kota Bandung diharapkan menjadi peringatan bagi pemerintah agar lebih memperhatikan nasib para pedagang.

“Kemarin malam sebenarnya datang kiriman ayam hidup bagi para pedagang di Pasar Anyar sebanyak 2.000 ekor. Namun, sengaja ayam-ayam tersebut kami simpan. Tidak kami potong dan jual. Hal tersebut untuk menghargai perjuangan teman-teman lainnya yang mogok jualan hari ini,” kata dia.

Peningkatan harga

Ketua Bidang Hukum Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN), Ir. H. Herry Dermawan, mengaku mendukung aksi pemogokan yang dilakukan oleh pedagang ayam di Kota Bandung. Menurutnya, melakukan aksi pemogokan adalah hak bagi para pedagang. “Hal itu juga bisa menjadi peringatan tentang peran pemerintah dalam mengawasi pergerakan harga ayam,” katanya.

Herry menjelaskan, faktor yang mempengaruhi peningkatan harga ayam dari sisi peternak adalah faktor bibit dan pakan, serta faktor permintaan dan penawaran. Harga bibit saat ini berada di kisaran Rp 6.000-Rp 6.500/ekor. Naik dari Rp 3.500-4.000/ekor dalam jangka waktu sebulan terakhir. Sementara pakan juga berada di kisaran Rp 6.000-Rp 6.500 saat ini.

Dia menambahkan, bibit yang ada saat ini kualitasnya tidak maksimal. Dari 12 juta ekor bibit ayam yang tersedia di Jabar per minggunya, sebanyak 15% mengalami kekerdilan. Selain itu, persediaan bibit ayam itu juga tidak memenuhi kebutuhan normal yang mencapai 15-20 juta ekor/minggunya.

“Namun demikian, perlu diperhatikan, bahwa kenaikan harga ayam ini bukan semata-mata dipengaruhi oleh harga DOC atau pakan. Namun, faktor permintaan dan penawaran juga memiliki peran,” katanya.

Momentum liburan sekolah, menjelang puasa dan lebaran memiliki andil terhadap peningkatan permintaan daging ayam, sehingga mengakibatkan harganya naik. Dia memprediksi, harga daging ayam akan meningkat sebesar 40% selama periode tersebut.

Herry mengatakan, harga daging ayam yang dijual di kandang peternak saat ini Rp 17.500. Sementara bila sudah berada di tangan bandar, harganya akan berada di kisaran Rp 28.000.

Mengomentari tentang mogoknya pedagang ayam berjualan, Herry mengatakan, pemerintah seharusnya membantu kalangan peternak dengan memberdayakan pembibitan yang ada, serta membantu permodalan para pedagang agar mereka tidak perlu lagi melalui bandar bila membeli ayam. “Sehingga jalur distribusi bisa diperpendek,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Peternakan Jabar, Koesmayadi Tatang Padmadinata, mengatakan, selama 45 hari di masa lebaran pasokan ayam sebenarnya mengalami surplus. 45 hari masa lebar itu dengan perhitungan (-) 7 lebaran, (+) 7 lebaran, dan 31 hari puasa.

Selama 45 hari itu, persediaannya adalah 81.974 ton. Dimana sebanyak 77.782 ton merupakan ayam jenis boiler dan petelur. Lalu, menurut dia, kebutuhan yang ada di Jabar adalah sebesar 34.540 ton.

Mengenai peningkatan harga, dia berpendapat, hal tersebut bisa dipengaruhi oleh biaya produksi dan pola permintaan-penawaran. Menurutnya, saat ini terdapat peningkatan permintaan yang tinggi dari Jakarta. “Daya beli warga Jakarta itu tinggi. Sementara permintaan akan daging ayamnya juga saat ini meningkat, sehingga daging ayam bergerak deras ke Jakarta. Hal tersebut mengakibatkan pasokan di Jabar bisa jadi menipis,” ujarnya.

Koesmayadi mengatakan, pihaknya terus berupaya mengawasi dan mengendalikan pergerakan harga ayam. Meskipun, dia mengaku, pihaknya tidak bisa mengatur mekanisme pasar yang ada saat ini. “Namun demikian, kami terus berupaya mengawasi pergerakan harga ayam di pasaran,” kata dia.

Terkait mogoknya pedagang ayam akibat harga yang  terus meningkat. Dia berharap pedagang ayam dapat memaklumi adanya pergerakan harga yang meningkat tersebut. Dia juga berharap para pedagang tersebut dapat berjualan kembali.

Sabtu, 02 Juni 2012

buruh migran

Setelah ditunggu beberapa hari, tulisan tentang buruh migran ini tak kunjung dicetak juga. Entah apa pertimbangannya, apakah masalah ruang, topik yang tak sesuai dengan rubrik, atau apa...pastinya, suatu saat aku akan bertanya kepada yang empunya kebijakan.

Masalah buruh migran adalah masalah politis. Meskipun ia terkait erat juga dengan permasalahan ekonomi. Selama ini, di tempat ku bekerja, ekonomi selalu dikaitkan dengan masalah pertumbuhan dan pertumbuhan. Namun, tidak pernah dipersoalkan darimana pertumbuhan itu berasal dan diciptakan. Paradigma yang ada, adalah bahwa pertumbuhan masuk ranah pelaku usaha, para juragan, para ketua asosiasi pengusaha...tanpa mereka, tidak akan ada lapangan kerja, dan kemakmuran ekonomi.

Sudah sekian lama raja selalu disorot lebih, ketimbang para hamba sahaya yang setiap hari menyediakan cangkir anggur dan jubah kebesaran untuk kemegahan sang raja dan istananya. 
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Urgensi Perda Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia

Pemerintah daerah diharapkan memiliki perda mengenai perlindungan tenaga kerja indonesia (TKI), meskipun revisi UU. No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja saat ini masih dalam proses finalisasi. Pasalnya, perlindungan terhadap TKI masih minim.

“Selama ini, perda mengenai TKI di seluruh Indonesia hanya 127. Sebanyak 95 persen dari isi perda itu hanya mengurus masalah retribusi. Sangat sedikit yang menyentuh masalah perlindungannya. Ini sekaligus menjadi tantangan bagi provinsi Jabar yang memiliki jumlah TKI terbanyak di Indonesia,” kata pakar hukum Universitas Indonesia (UI), Heru Susetyo, dalam seminar “Urgensi Perda Perlindungan TKI di Jawa Barat”, Hotel Topas, Jln. Pasteur, Rabu (30/5).

Kurangnya perlindungan terhadap TKI, menurut Heru, juga tercermin dari UU No. 39 tahun 2004 yang saat ini masih dalam proses revisi. Menurutnya, pasal yang membahas tentang perlindungan TKI dalam undang-undang itu hanya berjumlah delapan pasal. “Jumlahnya masih sangat kurang. Akan lebih bagus bila peraturan tersebut diamandemen, sehingga mampu merespon kebutuhan TKI maupun pemerintah,” katanya.

Heru menambahkan, bentuk perlindungan terhadap TKI perlu dirumuskan dan mencakup perlindungan bagi TKI saat masih berada di dalam negeri, perlindungan ketika TKI berada di negeri tujuan, perlindungan ketika TKI sudah purna penempatan, perlindungan terhadap TKI perempuan, dan perlindungan terhadap TKI yang tidak memiliki dokumen.

“Perlindungan terhadap TKI itu sebenarnya menyangkut permasalahan hak asasi manusia juga. Oleh sebab itu, tidak cukup hanya perlindungan dari aspek sosial atau masyarakat saja. Namun, perlu adanya perlindungan dari segi hukum. Dalam hal ini, kehadiran negara diperlukan,” kata Heru.

TKI Terbanyak dari Jabar

Minimnya perlindungan terhadap TKI seperti yang tercermin dari kurangnya undang-undang maupun peraturan daerah tersebut menjadi tantangan bagi provinsi Jabar. Pasalnya, berdasarkan data kementerian tenaga kerja dan transmigrasi tahun 2010, jumlah penempatan TKI dari Jabar menempati porsi terbesar.

Jumlah terbesar berasal dari Cirebon sebanyak 129.717 TKI, kemudian diikuti Indramayu 95.581 TKI, Subang 95.180, Cianjur 89.182, Sukabumi 55.207, dan selebihnya berasal dari Jawa Timur serta Lombok. Remitansi (pengiriman uang) oleh TKI yang berasal dari Jabar tersebut berjumlah Rp 4triliun per tahunnya.

Di tempat yang sama, pengamat masalah perburuhan sekaligus alumni Akademi Buruh Migran Turin-Italia 2011 Organisasi Buruh Internasional, Muhammad Iqbal, mengatakan, sebanyak 1.228 TKI asal Jawa Barat dari 2.349 TKI seluruh Indonesia dipulangkan dari Jeddah Arab Saudi. Menurut dia, TKI asal Jabar yang dipulangkan tersebut adalah yang bermasalah.

Masalah yang menimpa TKI tersebut berupa permasalahan eksternal maupun internal. Untuk masalah eksternal mencakup sistem pengiriman yang amburadul, gaji yang tak dibayar, pelecehan seksual, kekerasan fisik, TKI “ilegal”, dan korban trafficking. Sementara permasalahan internal yang biasa melanda TKI mencakup stress, gegar budaya, permasalahan keluarga, dan masalah penyesuaian diri.

Menurut Iqbal, untuk mengatasi permasalahan yang melanda TKI, peran kelembagaan baik di dalam negeri maupun luar negeri perlu diperkuat. Penguatan lembaga dalam negeri mencakup peran lembaga pemerintah, penyelenggara penempatan (BNP2TKI), pemerintah daerah, khususnya daerah kantung pengirim TKI, dan menghilangkan peran calo, sedangkan penguatan lembaga di luar negeri mencakup penguatan peran perwakilan RI.

“Penguatan peran kelembagaan itu harus diiringi dengan pembagian tugas yang jelas antara institusi pemerintah dari pusat hingga daerah. Mulai dari tahap pra penempatan, penempatan, hingga purna penempatan,” kata dia.

Sementara itu, Erwin Kustiman, wartawan Pikiran Rakyat yang juga menjadi pembicara seminar, memaparkan mengenai perlindungan TKI dari segi pemberitaan media massa.

Menurutnya, media massa jangan memandang persoalan buruh migran secara sederhana. Namun, masalah potensi remitansi, ketersediaan lapangan pekerjaan, pertumbuhan ekonomi, serta kesejahteraan masyarakat di daerah asal juga harus menjadi bahan pertimbangan.

“Meskipun persoalan bagaimana mendorong negara agar mampu mengangkat harkat martabat warganya di kampung sendiri adalah jauh lebih mendasar,” katanya.

Erwin menambahkan, nilai remitansi dari kehadiran buruh yang memberikan potensi ekonomi yang besar bagi negara hendaknya tidak lantas membuat lupa permasalahan eksploitasi buruh migran sebagai suatu fenomena sosial.

Ditemui di sela-sela acara, Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jabar, Hening Widiatmoko, mengharapkan, revisi UU No. 39 Tahun 2004 dapat memberi keleluasaan bagi pemerintah daerah untuk mengelola TKI. Menurutnya, porsi pemda selama ini hanya menyentuh tahap pra pemberangkatan TKI saja.

Selain itu, Hening mengakui, Jabar belum memiliki perda yang mengatur perlindungan terhadap TKI. “Dengan diselenggarakannya seminar ini, kami mulai menuju ke sana (pembuatan perda perlindungan TKI). Sekarang, hal terpenting adalah duduk bersama pihak yang berkaitan dengan masalah TKI. Membicarakan apa yang dibutuhkan dalam penyusunan perda perlindungan TKI ini,” katanya.

Kamis, 20 Agustus 2009

Keroncong Senja

Berikut ini adalah tulisan saya ketika meliput acara kerontjong di Sabuga tahun 2006 lalu. Sebenarnya sudah di posting di blog saya terdahulu, tapi karena lupa password dan semacamnya, saya tidak bisa lagi mengakses blog yang dulu itu. Jadi, semua barang-barang di blog itu akan saya pindahkan ke sini.

Alunan nada yang keluar dari ukulele, biola, cello, contrabass dan gitar di sore hari itu membawa ketenangan bagi siapapun yang mendengarnya. Sebuah lagu lawas berjudul “My Way” yang pernah dibawakan oleh penyanyi legendaris Frank Sinatra mengetuk telinga penonton yang telah hadir sejak pukul tiga sore. Sayatan biola pada bagian reffrain lagu membuat beberapa penonton menyanyi, walaupun lagu itu dibawakan secara instrumental saja. Lagu “My Way” sekaligus menjadi pembuka dari pagelaran musik “Kerontjong Sendja” di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga) yang diisi oleh orkes keroncong bernama Little Keroncong.