Jumat, 15 Mei 2020

Catatan tentang Contagion (Bagian 1)



Sekelibat aku kerap mendengar tentang film ini, Contagion. Film yang dibuat tahun 2011 tentang pandemi virus global. Kata orang-orang, gambaran pandemi virus dalam film yang disutradarai oleh Steven Soderbergh itu mendekati peristiwa global yang terjadi akhir-akhir ini tentang pandemi virus corona.

Suatu waktu ketika tengah membongkar tumpukan dvd bajakan di rumah, ternyata terselip satu kopi film ini. Tidak banyak pikir, langsung saja kuputar film berdurasi 106 menit tersebut. Mumpung momentumnya tepat.

Selama menonton film tersebut, aku cukup terkesima. Memang banyak kemiripan dengan situasi hari ini, sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang. Bila diperhatikan detail-detail yang ada di dalam filmnya, kamu seperti tidak percaya bahwa film ini dibuat delapan tahun lalu. Seolah-olah seperti nubuat bila mengaitkannya dengan kejadian belakangan ini. Tidak heran bila beberapa orang menduga bila Contagion seolah seperti konspirasi yang diniatkan. Para pembuat film seolah-olah mengetahui akan ada pandemi virus corona. Meskipun, penulis naskah Contagion, Scott Burns menyatakan dalam sebuah wawancara dengan The Washington Post, bila film tersebut dibuat berdasarkan riset dengan para ahli, utamanya epidemiolog. Pernyataan Burns itu setidaknya mematahkan anggapan yang menyeret Contagion ke dalam sebuah teori konspirasi tentang persengkongkolan elit global, seperti wahyudi (!), untuk menguasai dunia.

Bagiku, melihat film Contagion ini seperti memperhatikan rentetan berita pandemi virus corona sejak Januari 2020 hingga pertengahan Mei 2020 ini. Awalnya ada Beth Emhoff (Gwyneth Paltrow) yang baru saja melakukan perjalanan bisnis dari Hong Kong. Perjalanan Emhoff dari Hong Kong itu dikisahkan menjadi awal mula pecahnya penyebaran virus di AS. Bisa dibilang, Emhoff menjadi pasien 01. Emhoff sendiri tidak selamat dalam film ini. Ia meninggal setelah mengalami kejang-kejang, kemudian mulut berbusa dan  sempat koma. Ini menjadi gejala utama dari virus yang diceritakan dalam Contagion dengan nama MEV-1. Diagnosis klinis menyebutkan bila pengidap MEV-1 ini akan mengalami radang otak. Ini berbeda dengan gejala utama virus corona dimana pengidapnya akan mengalami gejala pneumonia bila terinfeksi dengan akut.

Setelah identifikasi pertama kali akan adanya penyebaran virus yang belum diketahui, cerita kemudian bergulir dengan mengisahkan beberapa tokoh dari latar belakang berbeda melakukan penanggulangan virus. Ada tokoh dari World Health Organization, Leonora Orantes (Marion Cotillard), yang melakukan pelacakan sampai ke China untuk menemukan asal muasal MEV-1. Orantes dikisahkan dalam film ini sebagai ahli epidemiologi.

Lalu, ada Dr. Erin Mears (Kate Winslet), sebagai petugas dari Lembaga Intelijen Epidemik/Epidemic Intelligence Service AS. Ia melakukan sebuah pekerjaan dari apa yang sering didengar akhir-akhir ini dari berita, yaitu “contact tracing”. Di bawah supervisi Dr. Ellis Cheever (Laurence Fishburne) dari Lembaga Pengendalian dan Pencegahan Penyakit/Center for Disease Control and Prevention, Mears melakukan penelusuran riwayat para pengidap MEV-1 di beberapa kota di AS. Mears sendiri dikisahkan mengalami akhir yang cukup tragis karena ia akhirnya terinfeksi MEV-1 di tengah-tengah pekerjaannya. Mears tidak selamat dan akhirnya harus dikubur secara massal. Hal yang menarik dari adegan pemakaman Mears adalah lokasinya mirip-mirip dengan visual berita penguburan massal korban virus corona di Hart Island, New York. Ratusan jenazah dengan balutan kain berwarna putih yang dijejerkan di sebuah tanah lapang. Kemudian terdapat gedung tua yang sudah terbengkalai di sekelilingnya. Sedikit banyak mengingatkan visualisasi dari Hart Island.

Selain tokoh-tokoh yang berlatar belakang pegawai pemerintahan, ada warga biasa. Ia adalah Mitch Emhoff (Matt Damon). Mitch dikisahkan sebagai suami dari Beth Emhoff. Ia diceritakan mengalami drama yang cukup pahit di sepanjang film. Mitch harus menerima fakta bahwa istrinya dan anak bungsunya meninggal karena MEV-1. Lalu, yang lebih pahit, Mitch mendapatkan informasi dari Dr. Mears yang menyebutkan bila Beth sempat menyimpang dulu ke Chicago sebelum pulang ke rumah dari Hong Kong. Ternyata, di Chicago ini Beth sempat berhubungan seks dengan mantan kekasihnya dulu. Dr. Mears sendiri mendapatkan kabar demikian setelah melakukan penelusuran riwayat Beth ke Lembaga Keimigrasian AS. Di bagian film, Dr. Mears sempat curhat kepada atasannya, Dr. Ellis, mengenai beban pekerjaannya. “Dalam penelusuran riwayat ini aku sampai harus memberitahu kepada seseorang mengenai istrinya yang selingkuh,” kata Dr. Mears.

Lihat, dari latar belakang tokoh-tokoh itu, ada pola-pola yang familiar dengan kejadian pandemi virus corona akhir-akhir ini. Ada penyebaran kasus yang bermula dari transmisi secara impor, ada orang-orang yang melakukan penelusuran riwayat pengidap virus, ada penguburan massal. Masih ada hal-hal familiar lainnya yang dikisahkan dalam film ini, seperti bagaimana para peneliti berjibaku meneliti virus dan mencari vaksinnya di Biological Safety Laboratorium 4 (BSL 4), kemudian bagaimana Dr. Ellis berbicara kepada rekannya bila pencegahan yang terbaik untuk menangkal MEV-1 adalah dengan melakukan penjarakkan sosial/social distancing, setiap orang harus diisolasi dan menjauhi sesamanya. Bahkan ketika dia diwawancara oleh seorang jurnalis mengenai hal yang harus dilakukan di tengah pandemi MEV-1, ia mengatakan, “wash your hands”.

Lalu, cara infeksi virus MEV-1 pun luar biasa familiarnya dengan yang sering kita dengar akhir-akhir ini. MEV-1 dikisahkan sebagai virus yang menular secara “permukaan”. Ia bisa hinggap di berbagai benda. Bila benda itu tersentuh oleh bagian tubuh manusia, seperti tangan, dan kemudian masuk melalui hidung serta mulut, maka virus tersebut bisa menular. Dalam salah satu adegan, Dr. Mears bahkan mengatakan agar seseorang menghindari muka disentuh dengan tangan.

Namun, kemiripan yang paling bikin merinding adalah mengenai asal-muasal MEV-1, yakni dari kelelawar di daratan China. Lihat, sangat mirip dengan asal muasal virus corona yang selalu diceritakan akhir-akhir ini bukan? Saat mengisahkan bagaimana kelelawar menyebarkan virus, sang sutradara menuturkannya dengan cukup politis. Penuturan yang meninggalkan kesan bagiku. Awalnya dikisahkan tengah ada pembalakan hutan di suatu tempat di daratan China. Pepohonan digambarkan bertumbangan seiring dihantam oleh backhoe. Visualisasi kemudian beralih ke sekelompok kelelawar yang beterbangan, melarikan diri dari sarangnya di salah satu pohon yang tumbang.

Gambar kemudian fokus ke satu kelelawar yang hinggap di pohon pisang dan memakan buahnya. Kelelawar itu kemudian terbang kembali sambil membawa potongan buah pisang dan hinggap di sebuah peternakan babi. Potongan kecil pisang yang sempat dibawa oleh kelelawar tersebut kemudian jatuh tepat ke kandang babi. Salah satu babi kemudian memakannya. Adegan kemudian beralih ketika babi tersebut telah diubah menjadi bahan masakan di sebuah restoran oleh seorang koki. Digambarkan kemudian seseorang mendekati sang koki yang tengah memegang babi itu dan berbisik kepadanya, memberitahu bila ada seorang konsumen yang ingin berbicara. Koki tersebut mengiyakan dan kemudian kamera fokus ke saat dimana sang koki mengusap-usap tangannya ke celemek yang menempel di tubuhnya. Tidak beberapa lama, ternyata dikisahkan bila koki tersebut bertemu dengan Beth Emhoff. Beth kemudian bersalaman dengan sang koki dan mengambil foto bersama dengan telefon pintarnya.

Kronologi itu bagiku sangat berkesan. Pertama, ada faktor sosial dan politik di dalamnya. Menjadi sebuah faktor sosial bila kita melihat bila perjalanan virus itu berkaitan dengan kerja-kerja yang ada di berbagai segi kehidupan masyarakat. Mulai dari kerja yang ada di dalam industri pembalakan hutan, sampai industri perhotelan. Di satu sisi hal itu saling berkaitan, tetapi di sisi laitan, kaitan itu berlangsung dengan cara yang sangat random.

Kemudian menjadi politis ketika kita memikirkan faktor seperti pembabatan hutan di dalamnya. Kita tahu, pembabatan hutan bisa menjadi hal yang cukup kotor dan penuh intrik. Proses pembabatan hutan dengan segala intrik dan kekotorannya itu, terutama bila dilakukan oleh sebuah industri, berorientasi pada laba yang direpresentasikan oleh setumpuk uang dan catatan angka dalam sebuah pasar saham. Selama ini, dorongan atas laba selalu dikisahkan sebagai ekses dari pengelolaan tatanan sosial yang secara inheren destruktif. Ia juga kerap dilambangkan sebagai bentuk keegoisan dan keserakahan umat manusia. Sisi negatif manusia sebagai makhluk sosial.

Dan bila memikirkan tentang bagaimana asal muasal virus corona, utamanya bila memperhatikan narasi yang disepakati sejauh ini, yakni dari sebuah pasar hewan liar di Wuhan, China, faktor keegoisan dan keserakahan yang sangat politis itu juga, sedikit-banyak, mirip-mirip. Di sini kita berbicara tentang perburuan hewan liar untuk kepentingan laba. Dan perburuan atas laba, sebagaimana sejarah dunia menunjukkan kepada kita, selalu bergerak dengan tanpa titik akhir. Ia akan terus-menerus bergulir tiada habisnya. Terus membesar sepanjang ada ruang yang memungkinkan untuk perburuan atas laba itu dilakukan.

Namun, kecenderungan perburuan laba tanpa titik akhir juga berkontradiksi dengan batasnya sendiri, dengan daya tampungnya sendiri. Di lapangan ekonomi, kita kerap mendengar sebuah krisis, entah itu di sektor perbankan, perumahan sampai energi. Krisis itu berjalan dalam pola yang mirip-mirip, dari yang awalnya begitu bernilai sehingga semua orang menyemut di pusatnya hingga akhirnya ia meletus, pecah dan tidak meninggalkan nilai apapun. Dari sini, tiba-tiba semua orang panik. Para pialang saham mulai berpikir bunuh diri, aparatus negara sibuk mencari kambing hitam ke makelar-makelar investasi dan perbankan (dalam banyak kasus, negara bahkan menalangi pihak-pihak yang bersalah tersebut dengan pajak rakyat), kemudian para debitur tiba-tiba terjerembab ke dalam jurang kemiskinan akut. Siklus seperti itu selalu berulang. Terus berulang sampai semua orang beranggapan memang begitulah hidup.

Terlepas dari persoalan ekonomi di atas, sebuah pandemi pun tampaknya tidak terlepas dari faktor perburuan atas laba ini. Virus corona dari pasar hewan liar sebagaimana telah ditulis sebelumnya di atas. Kemudian Black Death pada pertengahan abad-14 lampau di daratan Eropa yang bermula dari tikus-tikus yang keluar dari lambung terdalam kapal para pemburu rempah. Pola perburuan atas laba melekat di dalam asal muasal sebuah pandemi virus.

Beberapa waktu lalu, seorang selebgram (entah siapa, lupa namanya), sempat dihujat oleh netizen. Selebgram itu beranggapan bila virus pecah menjadi pandemi karena manusia telah begitu merusaknya sebagai makhluk hidup. Menurutku, ada benarnya, tapi juga ada tidak benarnya. Benar bila mempertimbangkan perburuan atas laba ini dilakukan oleh manusia dan hanya spesies ini yang bisa berpikir tentang laba seperti itu. Tapi, manusia, ketika berburu laba, bukan semata-mata karena faktor ia memang meniatkannya seperti itu saja. Namun ada kondisi lain yang mengharuskan manusia bertindak demikian dan kondisi lain di sini adalah tatanan sosial yang melandasi tindakan tersebut. Dari sudut pandang ini, bagiku, menjadi tidak benar bila menyalahkan sepenuhnya manusia sebagai sumber utama pecahnya pandemi virus. Ada hal lain yang lebih dalam dari sekadar perhatian kepada manusia sebagai makhluk yang diisolasi secara individual saja, yakni terkait tatanan sosial dimana manusia itu berada.

Dan sejauh berpikir tentang pandemi sebuah virus, bagiku, adalah saatnya memikirkan dengan sungguh-sungguh tatanan sosial tempat dimana kita berada. Dengan mengambil suatu cara pernyataan yang sempat dikemukakan oleh selebgram itu, setidaknya sebuah pertanyaan bisa dikemukakan juga: apakah tatanan sosial kita, tatanan yang memberikan tempat dan cara bagaimana kita hidup dan menghidupi diri bersama-sama dengan yang lainnya, telah begitu tidak terkendali dan merusak? Lalu, apa yang bisa kita lakukan untuk memperbaikinya?

  
   


2 komentar:

michelle mengatakan...


Izin promo ya Admin^^
bosan tidak ada yang mau di kerjakan, mau di rumah saja suntuk,
mau keluar tidak tahu mesti kemana, dari pada bingung
mari bergabung dengan kami di ionqq^^com, permainan yang menarik dan menguras emosi
ayo ditunggu apa lagi.. segera bergabung ya dengan kami...
add Whatshapp : +85515373217 ^_~

365sbobet mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.