Minggu, 31 Mei 2020

Kapital Sosial





Sejauh mana diri kita mau melakukan sesuatu yang dipaksakan? Sejauh mana kita ingin memikul beban dari hal-hal yang tidak disukai, namun harus tetap dilakukan, semata-mata agar kehidupan masih bisa berlanjut esok hari?

Merefleksikan apa yang kukerjakan saat ini dengan ucapan seorang guru bertahun-tahun lampau ternyata cukup kompleks. Guruku itu pernah bilang, pekerjaan sebagai wartawan memang tidak menghasilkan banyak kekayaan material yang berarti. Tetapi, ada kekayaan batiniah dan kognitif yang berlimpah dari pekerjaan itu.

Katanya.

Kucoba memahami apa ucapannya itu. Pekerjaan mencari dan mengolah informasi sudah barang tentu memberikan pengetahuan-pengetahuan tertentu bagi yang mengerjakannya. Dan bagi guruku itu, pengetahuan-pengetahuan yang didapatkan menjadi kekayaan yang tidak ternilai. Pengetahuan setidaknya memberikan pengaruh bagi sebuah sikap, entah itu membawa diri menjadi lebih arif bijaksana dengan cakrawalanya yang luas, lebih pandai bersikap pantas, lebih tajam menganalisis dan sebagainya. Dengan kata lain, sangat berguna bagi pengembangan kepribadian yang lebih berkualitas. Sesuatu hal yang tidak bisa begitu saja diperoleh melalui kekayaan material seperti uang.

Seiring waktu berjalan, kudengar nilai lebih pekerjaan sebagai wartawan bukan sekadar dari kekayaan kognisi dan mentalnya saja, tapi juga dari aspek sosialnya. Rutinitas mewawancarai banyak orang menjadi jalan untuk menjalin relasi tertentu dengan orang lain. Lebih istimewa bila orang lain itu adalah seseorang yang memiliki kuasa besar; pejabat. Jalinan relasi seperti itu bisa merembet kemana-mana, tapi utamanya kepada dua hal; kemudahan akses dan...kekayaan material. Dibandingkan kekayaan kognisi, tampaknya kekayaan relasi seperti ini yang paling digemari oleh sebagian besar wartawan. Kekayaan kognitif saja tidak terasa langsung dalam kehidupan sehari-hari dibandingkan kekayaan yang bisa didulang dari terjalinnya sebuah relasi. Tidak ada gunanya pengetahuan tentang kondisi politik AS dan China pada saat pandemi virus corona dibandingkan kemampuan kita lolos dari tilang polisi karena kita mengenal kapolseknya. Tidak ada gunanya pengetahuan tentang relasi ekonomi-politik sebuah kebijakan negara dibanding kemampuan kita melanjutkan sekolah di luar negeri karena kedekatan kita dengan seorang menteri. Tidak ada gunanya betul bila kita bisa memasuki institusi tertentu dengan bekal relasi kita dengan petingginya.

Sering kulihat wartawan menolak permintaan perusahaannya untuk menjadi editor. Mereka yang menolak kerap mengistilahkan permintaan itu dengan istilah “dikandangin”. Menjadi editor mengharuskan seseorang berada di dalam kantor sampai 8 jalan per hari. Ini perbedaan yang besar bila membandingkannya dengan pola kerja harian wartawan yang sebagian besar waktunya dihabiskan di lapangan. Kebebasan bergerak menjadi pertaruhan utama seorang wartawan yang menolak permintaan kantornya menjadi editor seperti itu. Padahal, bila seseorang memperhatikan jenjang karir, permintaan menjadi editor adalah kunci menapakinya. Ada berbagai macam alasan dari wartawan untuk penolakan ini; tidak leluasa lagilah, merasa kakulah, kadung banyak relasi yang sudah terjalinlah. Banyak macamnya. Tapi, yang pasti, ada kebebasan bergerak yang tengah dipertaruhkan oleh wartawan di situ.

Kebebasan ini sebenarnya paradoks. Paradoks bila memikirkan ternyata kebebasan yang dilihat dari sudut pandang individu dan sudut pandang organisasi bisa berkebalikan. Perusahaan media massa arus utama adalah organisasi yang kompeks dan digerakan oleh banyak orang. Pembagian kerja di dalamnya pun rumit. Semakin besar dan kompleks organisasi, ia cenderung akan tergantung dengan kapital. Pierre Bourdieu menyebutkan bila media massa sangat lemah sejauh menyangkut independensi atas pengaruh ekonomi dan politik di luarnya. Ia memang betul. Media massa sangat mengandalkan iklan sebagai sumber pemasukannya. Perusahaan media tidak bisa terlepas dari grafik rating, tiras, audiens dan semacamnya. Jadi bisa dibayangkan bila sebuah program, sebagus apapun ia secara kualitas, tapi ratingnya ternyata anjlok, ya, program itu tidak bisa dilanjutkan. Sebaik apapun kualitas sebuah rubrik surat kabar, bila menurut survey jarang dibaca orang, ya, rubrik itu bisa ditiadakan.

Begitu pula ketergantungan media massa dengan kekuasaan politik, seperti negara. Perusahaan media akan sangat tergantung dengan kebijakan negara tempatnya berada. Perusahaan televisi utamanya yang paling merasakan dampak dari kekuasaan negara. Biasanya perusahaan televisi akan bergulat dengan isu-isu kapasitas frekuensi siaran, porsi sebuah tayangan dan semacamnya. Isu-isu seperti ini yang sedikit banyak bisa menghambat perusahaan media swasta untuk beroperasi. Namun demikian, surat kabar dan online juga tidak lepas dari kuasa negara yang koersif. Sejarah negeri ini memiliki catatan kelam mengenai pemberedelan media massa cetak ketika era Orde Baru dulu. Itu saja sudah menunjukkan adanya tekanan kuasa negara yang besar terhadap media cetak. Saat ini, tekanan seperti itu mungkin tidak terlihat secara gamblang. Namun apa yang dinamakan tekanan melalui telefon pejabat pemerintahan kepada redaksi media kerap terjadi bila suatu berita tidak memuaskan mereka.  

Atau iklan-iklan instansi pemerintahan. Media massa, utamanya cetak dan online, di satu sisi sangat tergantung dengan iklan pemerintahan ini. Sebuah paradoks lainnya, dimana media dituntut untuk menjadi pengawas kekuasaan seperti negara, tetapi di sisi yang lain, mereka kerap mengharapkan adanya iklan dari pemerintah daerah. Perhitungan keuangan perusahaan berupa pendapatan iklan pun kerap mengikuti kalender rutin belanja pemerintah.  

Belum lagi bila melihat kepemilikan media di Indonesia saat ini. Di satu sisi ada pemilik yang jadi politisi, mencoba peruntungannya menyicip kuasa yang bisa diraih di lingkaran negara. Di sisi lain ada konglomerat yang berambisi merengkuh pasar dan menciptakan sebuah paradoks lain dari persaingan bebas; monopoli.

Apa yang terjadi di level organisasi mungkin bukan sesuatu yang harus dipikirkan oleh kebanyakan wartawan di lapangan. Ya, ada masalah di level organisasi. Bisa betul juga bila wartawan, dalam konteks hubungan kerja dengan perusahaannya, tidak ubah seperti budak korporat. Semacam salah satu bagian dari sekrup mesin pencetak uang. Tapi, bukan berarti hidup selamanya tunduk kepada dominasi. Tubuh ini setidaknya masih punya pikiran, punya kehendak.

Perusahaan boleh memanfaatkan tubuh ini sesuai kehendak para penguasa, tetapi bukan berarti diri ini tidak bisa bersiasat, memanfaatkan apa saja yang bisa direbut darinya. Kau mengambil sebagian dari diriku dan akupun mengambil bagian darimu. Mengambil dengan cara dan untuk kepentinganku sendiri.

Semua bicara dengan sudut pandang, kepentingan, masing-masing dan semuanya berlangsung dengan tidak menggoyahkan satu bagian pun dari tatanan dominan yang eksploitatif ini. Selama semua berlangsung dari sudut pandang masing-masing dan tidak menyentuh substansi dari tatanan sosial dominan, yakni relasi sosial yang eksploitatif, kurasa memang semua akan berjalan normal-normal saja. 

Atau mungkin, pola yang terjadi memang pola yang sesuai dengan tatanan dominan yang eksploitatif ini? Dalam artian, semuanya hanya bertindak secara oportunis seperti yang lumrah terjadi dalam setiap pertukaran-pertukaran di pasar. 

Rasa-rasanya kehidupan tidak beranjak dari sejarah-sejarah lampau. Sejarah manusia-manusia yang saling bergulat, merebut kekayaan yang terakumulasi di bawah kuasa sebagian pihak. Saling bersaing, mengharap merasakan manisnya madu yang terlarang bagi mereka yang di luar kuasa.  Namun kali ini, semua itu berlangsung dalam prinsip-prinsip, aturan dari sebuah pasar berbasis perekonomian komoditi untuk laba. Dalam basis perekonomian seperti ini, semua hal harus dipertukarkan dengan rasionalisasi tambahan berupa hitung-hitungan profit. Tidak ada pertukaran yang setara. Satu-satunya pertukaran yang sahih hanyalah bila ada marjin keuntungan tertentu di dalamnya.
  

2 komentar:

Marsya mengatakan...

test

Join now!!! mengatakan...


Nagaqq Yang Merupakan Agen Bandarq terbaik , Domino 99, Dan Bandar Poker Online Terpercaya di asia hadir untuk anda semua dengan permainan permainan menarik dan bonus menarik untuk anda semua

Bonus yang diberikan NagaQQ :
* Bonus rollingan 0.5%,setiap senin di bagikannya
* Bonus Refferal 10% + 10%,seumur hidup
* Bonus Jackpot, yang dapat anda dapatkan dengan mudah
* Minimal Depo 15.000
* Minimal WD 20.000
* Deposit via Pulsa TELKOMSEL
* 6 JENIS BANK ( BCA , BNI, BRI , MANDIRI , CIMB , DANAMON )

Memegang Gelar atau title sebagai AGEN POKER ONLINE Terbaik di masanya

Games Yang di Hadirkan NagaQQ :
* Poker Online
* BandarQ
* Domino99
* Bandar Poker
* Bandar66
* Sakong
* Capsa Susun
* AduQ
* Perang Bacarrat
* Perang Dadu (New Game)


Info Lebih lanjut Kunjungi :
Website : NAGAQQ
Facebook : NagaQQ official
WHATSAPP : +855977509035
Line : Cs_nagaQQ
TELEGRAM :+855967014811

BACA JUGA BLOGSPORT KAMI YANG LAIN:
Winner NagaQQ
Daftar NagaQQ
nagaqq