Kamis, 02 Februari 2012

Kesaksian

Permasalahan uang sebagai alat penimbun kekayaan seringkali memunculkan rupa-rupa cerita aneh. Seperti yang kusaksikan pada peristiwa yang menimpa Kokom, seorang karyawati sebuah perusahaan air, beberapa waktu silam.

Suatu waktu perempuan berusia 39 tahun itu harus duduk di depan hakim, dan mendengarkan dakwaan jaksa di Pengadilan Negeri Bandung. Dia didakwa menyalahgunakan posisinya sebagai koordinator sales dan kolektor dengan cara menggelapkan uang perusahaan sebesar Rp 103juta. Uang hasil tagihan para kolektor, dan sales yang seharusnya diserahkan Kokom ke bagian kasir, diambil sebagian olehnya untuk kepentingan pribadi.

Mirisnya, saat ditanya oleh hakim mengenai penggunaan uang yang diambil oleh Kokom untuk kepentingan pribadinya itu, perempuan yang telah bekerja selama 22 tahun di perusahaan air itu menjawab, bahwa dia menggunakan uang tersebut untuk membayar arisan suaminya. Lalu, saat ditanya oleh hakim mengenai keberadaan suaminya sekarang, Kokom menjawab, bahwa suaminya kabur.

Cerita yang sungguh aneh. Entah Kokom bercerita seperti itu hanya untuk beralasan belaka, demi mencari empati hakim, atau memang demikian adanya, aku sungguh tak tahu.

Di lain kesempatan, ku sempat melihat berkas perkara Kokom. Dalam salah satu berkas tertulis: Kokom, bekerja di perusahaan air semenjak 1991 dengan upah sebesar Rp 2juta.

Rp 2juta? 22 tahun bekerja?

Kemudian aku teringat saat jaksa selesai membaca dakwaan. Saat itu, hakim bertanya kepada Kokom perihal apakah ada bantahan atas dakwaan yang telah dibacakan. Kuingat jelas Kokom saat itu menggelengkan kepala.

3 komentar:

Yas Dong mengatakan...

dilematis banget yak. seandainya bener nilep demi suami, suaminya itu jahat banget. kerja 11 tahun gaji cuma 2 juta. estegeee

abo si eta tea mengatakan...

turut prihatin.

Yas Dong mengatakan...

Nyanyi deh