Selasa, 11 Agustus 2009

persimpangan

Wajahnya merah dan lusuh. Awan kekuning-kuningan yang menggantung tergurat di atas dirinya. Tipikal senja dengan matahari yang meredup hampir tenggelam di arah barat. Hari ini adalah rutinitas seperti biasanya. Dan berdirilah dia di tengah jalan. Melengok ke kiri dan kanan. Melihat laju kendaraan yang berseliweran di sekelilingnya. Dia acuh, namun ramah. Pedagang asongan dia sapa. Pengemis tanpa kaki yang berjalan seret di garis pemisah jalan dia salami. Senyumnya terpasang hangat saat seseorang menatapnya dari balik kaca mobil yang melaju.

Hampir enam belas tahun, katanya, dia berdiri di persimpangan jalan. Hari demi hari yang dijalaninya, tentu membuat matanya terbiasa melihat segala hal diseputar kehidupannya. Sungguh sebuah rutinitas. Dan dia istiqamah. Mengetahui tiap kali matahari muncul dari arah timur, yang akan dia saksikan adalah persimpangan yang kemarin. Pedagang asongan yang dia sapa tiap hari, dan pengemis tanpa kaki yang dia salami juga di tiap kesempatan. Selalu itu.

Entah bagaimana munculnya spesialisasi kerja di jaman kapitalistik ini, tetapi yang kupaham samar-samar, dia menimbulkan pola yang kerap disebut rutinitas. Dan manusia didalamnya, mereka dituntut untuk memenuhi sebuah target…target untuk memuaskan akumulasi kapital yang seringkali tidak mengalir ke dalam dirinya masing-masing, kecuali segelintir orang. Dan dialah (dan juga mungkin kita), orang di persimpangan jalan itu, salah satunya yang tidak bernasib seperti segelintir orang yang menikmati keuntungan berlebih.

Dan di pojok persimpangan tempatnya berteduh, ada mereka. Orang-orang yang tidak menikmati jaman: gelandangan, tanpa rumah, dan tersingkirkan. Senja kali ini adalah melankolia, dan semoga Tuhan memberikan kehangatan dalam dunia yang profan ini.

 

 

7 komentar:

Yas Dong mengatakan...

aduh.. saya jadi ingat waktu ngemis dulu, bo..

astri arsita mengatakan...

amiin.
padahal mayoritas umat manusia itu "miskin" tapi yang tampak dan dibela justru yang "kaya".

astri arsita mengatakan...

di depan gedung merdeka yah Yas?
huehe...

Yas Dong mengatakan...

aaahhh.. acil, jgn kasih tau orang2 dong. hahahaa

abo si eta tea mengatakan...

eh? ngapain lo ngemis, yas?

abo si eta tea mengatakan...

dan suka dipuji juga, cil...karena kedermawanannya. he.

Yas Dong mengatakan...

percaya mah jadi musrik, bo. hehehee