Sudah yang kedua kalinya saya mendaki pada malam hari. Pertama, waktu ke Pangrango beberapa waktu lalu. Dan yang kedua adalah pada 9 Mei 2009, ketika bersama delapan orang teman mendaki Manglayang. Berbeda dengan Pangrango, pendakian pada malam hari di Manglayang terasa berbeda, karena di atas kami tergantung bulan purnama.
Saat mendaki Pangrango beberapa waktu lalu, yang kulihat adalah gelap pekat dan kesunyian yang sangat. Hingga membuatku merinding. Di sisi lain, stamina waktu itu terasa tidak fit, sehingga kurang bisa menikmati perjalanan. Ketika tiba di puncak Pangrango pemandangan sedang tidak indah. Kabut terlalu kebal waktu itu. Selain itu juga sejauh mata memandang yang ada hanyalah kegelapan. Walaupun sudah sampai ke puncak, tetapi bila tidak bisa menikmati pemandangan, rasa-rasanya ada yang kurang. Tetapi, untunglah tidak terjadi apa-apa waktu itu. Saya juga bersyukur bisa merasakan naik ke Pangrango yang setelah dilihat dari ‘tanjakan setan’ pada siang hari, ternyata megah.
Walaupun begitu, suasana cukup berbeda ketika mendaki Manglayang. Perjalanan terasa nyaman, karena sinar bulan menerangi suasana di sekeliling kami. Pendakian menjadi terasa lebih hangat. Apalagi ketika kami beristirahat duduk-duduk. Indah sekali. Menengadah ke atas, kamu akan melihat bulan purnama yang menggantung. Dan bila kamu melihat jauh ke depan, akan terhampar secuil lampu-lampu dari Kota Bandung yang membentuk garis. Untuk sejenak, seakan-akan kamu diajak untuk berdamai dengan hatimu sendiri.
Saat mendaki Pangrango beberapa waktu lalu, yang kulihat adalah gelap pekat dan kesunyian yang sangat. Hingga membuatku merinding. Di sisi lain, stamina waktu itu terasa tidak fit, sehingga kurang bisa menikmati perjalanan. Ketika tiba di puncak Pangrango pemandangan sedang tidak indah. Kabut terlalu kebal waktu itu. Selain itu juga sejauh mata memandang yang ada hanyalah kegelapan. Walaupun sudah sampai ke puncak, tetapi bila tidak bisa menikmati pemandangan, rasa-rasanya ada yang kurang. Tetapi, untunglah tidak terjadi apa-apa waktu itu. Saya juga bersyukur bisa merasakan naik ke Pangrango yang setelah dilihat dari ‘tanjakan setan’ pada siang hari, ternyata megah.
Walaupun begitu, suasana cukup berbeda ketika mendaki Manglayang. Perjalanan terasa nyaman, karena sinar bulan menerangi suasana di sekeliling kami. Pendakian menjadi terasa lebih hangat. Apalagi ketika kami beristirahat duduk-duduk. Indah sekali. Menengadah ke atas, kamu akan melihat bulan purnama yang menggantung. Dan bila kamu melihat jauh ke depan, akan terhampar secuil lampu-lampu dari Kota Bandung yang membentuk garis. Untuk sejenak, seakan-akan kamu diajak untuk berdamai dengan hatimu sendiri.
7 komentar:
huaaaaaaaaaa pengen!
ngomongin manglayang, gue pernah ampir jatoh gitu di manglayang...ampir masuk jurang...untung ada edmond, ma coli yang megangin tangan ma pantat gue...supaya gue ga jatoh...ugh..kalo gada merek mungkin gue udah LEWAT...
wuih, pas turun juga gue jatoh berapa kali, sen. licin banget. banyak batu sama tanah basah pleus curam. cocok.
feel the wind breeze under the hanging moon. hehe
keren. jadi pengen naik gunung malem2. tapi kapan ya????
pantesan turun na lila. neang purnama, maneh??
masalah dengkul itu mah, hed. bukan purnama.
Posting Komentar