Selasa, 07 Juli 2009

Mereka Tidak Pernah Jemu Bercumbu dengan Dirinya Masing-Masing

Saya tidak pernah paham masalah asmara. Tetapi, saya pernah mendengar beberapa teman berbicara  perihal jodoh. Konon, bila satu dengan yang satunya lagi sudah jodoh, terkadang ada beberapa hal yang mirip atau identik diantara keduanya. Tidak tahu benar atau salah anggapan seperti demikian, tetapi tiba-tiba pikiran seperti itu yang terlintas saat melihat mereka berdua sore itu, si Ari dan Mita. Mereka senang sekali bila berhadapan dengan kamera.

Ari sudah saya kenal semenjak sekolah dulu. Dia senang sekali mematut-matut dirinya di depan cermin. Untuk mengurus rambutnya saja, memakan waktu lebih lama diantara teman laki-laki yang lainnya. Lalu, selintas melihat pose-pose fotonya di jejaring sosial seperti friendster dan facebook, Ari sepertinya melakukan persiapan yang lamanya memakan waktu seabad: pose-posenya terlihat begitu gaya dan necis.

Lalu Mita, saya tidak mengenal Mita. Tetapi dia adalah perempuan yang cantik dan juga bebas. Ya, bebas dalam artian dia tipikal perempuan yang tidak pernah memperdulikan omongan orang-orang disekitarnya. Sama seperti Ari, Mita pun senang sekali berhadapan dengan kamera. Ketika di studio, tidak terhitung berapa kali Mita memotret dirinya sendiri dengan kamera ponsel miliknya.

Suatu  sore, ketika urusan di studio telah beres, kami berkendara di gang-gang yang sempit dan kecil. Mita dibonceng oleh Ari, sedangkan saya mengikuti dibelakangnya menggunakan motor. Beberapa orang yang nongkrong di sekitar gang itu pasti matanya tertujunya pada Ari dan Mita. Ari yang necis, dengan rambutnya yang hitam dan basah oleh gel. Belum lagi kacamata warna hitamnya yang memukau. Lalu, Mita yang bebas dengan busananya yang bisa dibilang ‘berani’. Kerah bajunya terbuka lebar, hanya menyisakan belahan dada dan tali penyangga payudaranya yang berwarna hitam (saya tidak tahu gaya busana seperti ini namanya apa?).

Kami lalu berhenti di sebuah pertigaan untuk menunggu Yunus keluar dari rumahnya. Sinar matahari pada saat itu tepat menyorot muka mereka berdua. Sinar matahari sore memang menyejukkan, tidak terasa panas, tetapi hangat.

“Say, muka saya bagus difoto kalau kena sorotan matahari seperti ini,” kata Mita kepada Ari.

“Mana, say, coba liat,” katanya sambil melihat ponsel milik Mita,”hmm…lumayan.”

“Ayo dong, say, foto berdua,” kata Mita lagi kepada Ari.

Dalam hati, sebenarnya saya takjub melihat tingkah laku pasangan itu. Begitu bebas. Di sekitar mereka terdapat sebuah lingkungan, dimana orang-orang yang hidup di dalamnya mungkin adalah mereka yang menerima BLT dari pemerintah. Tetapi, kedua pasangan itu seolah-olah lepas dari lingkungan dimana mereka berada. Ketika ada seorang nenek-nenek memakai kebaya lusuh sambil menengteng bungkusan cabai dan sayur-sayuran, mereka berfoto dengan mesra menggunakan ponsel tipe harga diatas satu juta. Belum lagi, ketika beberapa orang pemuda yang melewati pasangan itu. Mata mereka tidak pernah lepas dari belahan payudara Mita dan tali penyangga payudaranya yang berwarna hitam itu. Tetapi, Ari dan Mita…mereka tersenyum kepada layar ponsel, dan mengatur-atur posisi yang dirasa pas bila dipotret nanti.

Pada sore itu juga, ketika sinar matahari yang hangat menerpa wajah Ari dan Mita, terlintas suatu cerita mitologi yang sekilas pernah saya dengar. Kisah tentang bagaimana seseorang bernama Narkissus yang duduk di tepi telaga berhari-hari lamanya. Menganggumi dan mencintai pantulan wajahnya sendiri dari air telaga, hingga akhirnya tewas, karena lemas tidak makan dan minum berhari-hari. Sebuah cerita yang menyedihkan buatku. Terutama, ketika mengingat bagaimana cinta murni Ekhos terhadap Narkissus pada akhirnya adalah sebuah penderitaan dan kesunyian bagi dirinya sendiri: ia meninggal dengan cinta yang tak pernah terbalas. Yang tersisa hanyalah suara yang berulang-ulang terdengar, ketika seseorang berteriak di hutan atau gunung. Kisah Narkissus dan Ekhos adalah kisah yang tragis dan sedih, buatku.

…..

Ketika sore sudah habis, dan malam dengan bulan purnamanya yang sempurna kini menemaniku. Beberapa pertanyaan hilirmudik didalam kepala…hingga saat ini, saya tidak pernah mendapatkan poin penting apa yang bisa didapatkan dari seseorang atau sepasang kekasih yang mempertontonkan kemesraan mereka dengan cara yang berlebihan…

Apakah mencari peneguhan dari orang lain atas kebahagiaan yang telah mereka dapatkan? Ataukah pada akhirnya hanyalah untuk dirinya masing-masing…karena mereka memang tidak pernah jemu bercumbu dengan dirinya sendiri???

…atau mungkin saja Mita dan Ari memang bukan berasal dari lingkungan gang yang kecil dan sempit itu.

9 komentar:

ivan hermawan mengatakan...

bo,, di bagian ini ni....
"Apakah mencari peneguhan dari orang lain atas kebahagiaan yang telah mereka dapatkan? Ataukah pada akhirnya hanyalah untuk dirinya masing-masing…

ane komen yeehhh...

sebenernyah mah mungkin dan pasti mungkin mereka teh lagi berusaha menguasai bahagianya suasana berdua, yang sudah biasa mereka lakukan di lingkungan lainnya. . .. yang tanpa mereka sadari saat entuh, lagi berada di lingkungan yang berbeda dengan biasanya. .

sotoy mode : ON

ivan hermawan mengatakan...

bo,, di bagian ini ni....
"Apakah mencari peneguhan dari orang lain atas kebahagiaan yang telah mereka dapatkan? Ataukah pada akhirnya hanyalah untuk dirinya masing-masing…

ane komen yeehhh...

sebenernyah mah mungkin dan pasti mungkin mereka teh lagi berusaha menguasai bahagianya suasana berdua, yang sudah biasa mereka lakukan di lingkungan lainnya. . .. yang tanpa mereka sadari saat entuh, lagi berada di lingkungan yang berbeda dengan biasanya. .

sotoy mode : ON..

tapi memang,, terkadang,,kalau lagi bahagia,, serasa,, kebahagiaan ituh milik kita,, dan seolah orang lain juga merasakan bahagian yang kita rasain entu..

hehhee. sotoy ah guah,..

Aji Hutomo Putra mengatakan...

mungkin rasanya sejenis dengan bercinta d tempat umum

abo si eta tea mengatakan...

ada pikiran juga kalo Ari dan Mita emang ga sadar aja mereka ada di mana dan kapan...kebiasaan emang bikin ga sadar juga, seringkali.

...dan gua juga bukan intelektual-moralis...bikin aturan yang mana yang salah atau bener...gua cuman takjub aja ma mereka berdua.

abo si eta tea mengatakan...

bikin gempar! hahah.

afwan albasit mengatakan...

gang motor meureun bo...

Praga Utama mengatakan...

narcissus paehna asa tikejebur ka balong? pedah bogoh teuing ka dirina sorangan? eh bener teu?

kadang euforia asmara membuat seseorang (sepasang manusia, lebih tepatnya) ingin menunjukkan apa yang sedang mereka rasakan kepada publik bo, ceuk urang mah (soalna urang ge ngalaman eta). haha.

komo ayeuna nu ngaranna 'fotografi' geus murah pisan. semua orang bisa berfoto di mana saja kapan saja. ceuk erang, eta teh ngaruh pisan.

klop pisan fotografi semakin murah+media jejaring sosial=eksposur berlebih terhadap euforia kehidupan sehari-hari. jangankan orang yang pacaran bo, orang-orang yang sekedar lagi nunggu bis di pangdam juga bisa foto2. udah jadi kebiasaan umum lah.

menurut urang we eta mah.

abo si eta tea mengatakan...

nu urang baca mah, teu dahar jeung nginum...pedah ngajentul wae dina sisieun balong...hehe, carita jaman Yunani...geus sabaraha kali ganti versi meureun. terus ternyata aya nu bogoh oge ka narkissus, si ekhos eta. pas si narkissus paeh, si ekhos ge milu maot...jadi echo...(damn, pas jadi echo na, waas pisan urang!haha...leave nothing but an echoes: your repetitive voices!).

abo si eta tea mengatakan...

nah, sip.