Kamis, 28 Agustus 2014
Kepentingan
"Listing apa, Ndri."
"Buat apa saya listing? Toh, beritanya sudah diplot semua."
Andri, wartawan asal Indramayu, mengalihkan pandangan dari blackberry-nya setelah membalas pesan dari redakturnya itu. Rokok dia hisap kembali, dan sedikit senyum keluar dari raut mukanya.
Akhir-akhir ini, kata dia, berita dari Purwakarta mendominasi halaman yang biasa diisinya. Kepala daerah kota itu konon memasang iklan yang tinggi kepada media-media lokal. Dalam jangka panjang, sang kepala daerah rupanya hendak mencalonkan diri jadi Jabar 1. Ancang-ancang sudah dia lakukan semenjak jauh-jauh hari.
Dampaknya, porsi pemuatan berita dari daerah di koran tempat Andri bekerja akan tersedot lebih banyak ke Purwakarta. Akhir-akhir ini, kata Andri, berita yang dia kirimkan tidak pernah naik cetak. Jadi, dia merasa percuma mencari berita ke sana ke sini, dan mengirimkannya, namun halamannya sudah disetting sedemikian rupa untuk mengakomodir berita lain.
Pantas saja, di media tempatku bekerja pun sering terpampang banner lambang kota tersebut. Di bawah banner, terdapat tulisan dalam bentuk berita mengenai Purwakarta. Berita yang, menurutku, seremonial. "Berita akan", istilahnya. Bupati anu akan merancang ini...bupati anu akan melakukan itu.... Wacana tinggal wacana.
"Masalahnya, redaktur aku tuh asalnya dari Purwakarta. Dia dekat. Jadi, mainnya langsung. Saya tau itu," kata Andri kepadaku.
Saya tidak mengerti jelas bagaimana "permainan langsung" yang terjadi antara redaktur dan petinggi pemda itu. Akan tetapi, seperti yang dikatakan Andri saat itu, dengan posisi sebagai redaktur, setting terhadap sebuah berita akan menjadi sangat mudah. Tupoksi seorang redaktur memang seperti itu, menyetting sebuah berita di halaman tertentu.
Jadi, langsung terbayang, bagaimana bila seorang redaktur memang memiliki kepentingan terhadap sebuah pemberitaan. Termasuk bila kepentingannya sangat politis dan berorientasi pribadi semata. Akan sangat mudah mengatur-aturnya.
Di semua media, termasuk tempatku bekerja, pasti saja ada redaktur yang memiliki kepentingan yang egoistik. Kepentingan yang semata-mata demi uang. Termasuk juga dengan masalah petinggi dari Purwakarta ini. Sangat menyebalkan, memang.
Terkadang, kita bisa sampai ke satu titik, dimana kita akan merasa tulisan yang dikerjakan dengan sungguh-sungguh, seakan-akan mental begitu saja. Tidak dimasukkan kedalam sebuah halaman, hanya karena ada "pembeli halaman" lain yang memiliki modal sangat kuat. Padahal kita tahu, isi berita yang kita buat lebih berbobot daripada berita seremonial itu.
Andri pasti mengetahui hal-hal seperti ini. Dan, seperti keseharian yang sering kujalani bersamanya di lapangan...pembawaan Andri selalu santai. Mungkin sudah ditempa oleh pengalaman-pengalaman seperti itu. Hanya sebuah senyum kecil yang diperlihatkannya. Senyum kecil yang mengembang bersamaan dengan pesan balasan ke redakturnya itu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Tulisan yang tidak naik cetak posting di blog aja kakak. Kita sudah tahu bagaimana industri (tanpa etika) bekerja. Pekerjaan selanjutnya adalah melampauinya. Hehe
Posting Komentar