Sedikit menyusuri Jalan Margonda, Kota Depok.
Melihat-lihat situasi, menakar kemungkinan-kemungkinan. Memang belum semua
sudut kota itu terjajali. Namun, setidaknya sudah terbayang akan seperti apa
hari-hari ke depan: masalah perkotaan (dari infrastruktur sampai kriminalitas),
pemerintahan, dan sisanya seremonial-seremonial akan menjadi pemberitaan yang
kubuat sehari-hari (terlebih di kota itu terdapat universitas negeri ternama
yang sering dikunjungi tokoh-tokoh).
Temanku berujar, sehari-harinya biasa berkutat di
tiga tempat: markas polisi, balai kota, dan Universitas Indonesia. Ketiga
tempat itulah yang biasanya menjadi tempat bermunculannya sumber berita. “Tergolong
santai kalau di kota ini,” ujarnya.
Sangat jauh kondisinya dengan bekas tempatku meliput
dulu, Kabupaten Indramayu. Negeri itu memang negeri aneh. Lokasinya di Provinsi
Jawa Barat cukup terpelosok. Kabupaten itu tidaklah semewah Kota Depok yang
menjadi penyangga ibu kota. Di Kabupaten Indramayu, mayoritas masyarakatnya
masih hidup dalam taraf menengah ke bawah. Banyak di antaranya yang bekerja
sebagai buruh tani, pemilik lahan sawah, melaut selama berbulan-bulan untuk
mencari ikan, membudidayakan ikan, atau bahkan pergi ke luar negeri menjadi
TKI.
Keragaman aktivitas penduduknya membuat pemberitaan
yang kubuat menjadi kaya nuansa. Bisa dibilang, meski kabupaten itu tidaklah
sejahtera-sejahtera amat, namun sebenarnya diberkahi oleh kekayaan sumber daya
alam yang berlimpah. Itulah yang membuat Indramayu menarik dalam konteks
pemberitaan yang sering kubuat selama setahun terakhir.
Sementara Kota Depok, meski aku belum paham betul
mengenai kota ini, tampaknya lebih menonjol di bidang perdagangan dan jasa.
Mall, apartemen, ruko, tempat-tempat perdagangan dan jasa semacamnya, lebih
dominan di kota ini. Mungkin bagi sebagian besar dari kita, kota seperti itu
menjadi pilihan yang menyenangkan. Kehidupan gemerlap, kebutuhan (entah
keinginan) berlimpah di etalase-etalase pertokoan. Semuanya mudah diakses
asalkan kita memiliki uang yang cukup.
Namun, setelah aku menginjak tanah Depok, aku
merasakan ada yang hilang. Dibalik gemerlap serta berwarna-warninya kota ini
oleh sarana perdagangan dan jasa, kumerasakan pola hidup yang monoton. Tidak
ada mengarungi lautan, menjelajahi hutan, menyusuri sungai, atau memasuki hamparan
ladang yang luas seperti di Indramayu dulu. Di kota ini, sama seperti kota-kota
lainnya, setiap orang disibukkan oleh urusan jual-beli barang, hanya untuk bisa
punya ongkos bertahan hidup pada esok hari.
Bila dibilang sedih, aku sedih. Tapi, untuk saat ini
aku merasa bersyukur, karena bisa memiliki kesempatan melihat-lihat sejumlah
wilayah di Jawa Barat. Melihat perbedaan karakter yang ada di setiap daerah.
Expanding the horizon, meluaskan cakrawala pengetahuanku. Untuk saat ini, aku
tidak mengetahui diriku akan berakhir dimana. Aku hanya melaju tanpa daya mengikuti alur.
Menerima apa yang disuguhkan dihadapanku, menyerap apa yang terinderai, dan
berharap, suatu saat semua ini memiliki kegunaan yang bisa kumanfaatkan demi
pengembangan diriku sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar