Selasa, 31 Maret 2015

Kemungkinan-Kemungkinan Baru



Sedikit menyusuri Jalan Margonda, Kota Depok. Melihat-lihat situasi, menakar kemungkinan-kemungkinan. Memang belum semua sudut kota itu terjajali. Namun, setidaknya sudah terbayang akan seperti apa hari-hari ke depan: masalah perkotaan (dari infrastruktur sampai kriminalitas), pemerintahan, dan sisanya seremonial-seremonial akan menjadi pemberitaan yang kubuat sehari-hari (terlebih di kota itu terdapat universitas negeri ternama yang sering dikunjungi tokoh-tokoh).

Temanku berujar, sehari-harinya biasa berkutat di tiga tempat: markas polisi, balai kota, dan Universitas Indonesia. Ketiga tempat itulah yang biasanya menjadi tempat bermunculannya sumber berita. “Tergolong santai kalau di kota ini,” ujarnya. 

Sangat jauh kondisinya dengan bekas tempatku meliput dulu, Kabupaten Indramayu. Negeri itu memang negeri aneh. Lokasinya di Provinsi Jawa Barat cukup terpelosok. Kabupaten itu tidaklah semewah Kota Depok yang menjadi penyangga ibu kota. Di Kabupaten Indramayu, mayoritas masyarakatnya masih hidup dalam taraf menengah ke bawah. Banyak di antaranya yang bekerja sebagai buruh tani, pemilik lahan sawah, melaut selama berbulan-bulan untuk mencari ikan, membudidayakan ikan, atau bahkan pergi ke luar negeri menjadi TKI. 

Keragaman aktivitas penduduknya membuat pemberitaan yang kubuat menjadi kaya nuansa. Bisa dibilang, meski kabupaten itu tidaklah sejahtera-sejahtera amat, namun sebenarnya diberkahi oleh kekayaan sumber daya alam yang berlimpah. Itulah yang membuat Indramayu menarik dalam konteks pemberitaan yang sering kubuat selama setahun terakhir. 

Sementara Kota Depok, meski aku belum paham betul mengenai kota ini, tampaknya lebih menonjol di bidang perdagangan dan jasa. Mall, apartemen, ruko, tempat-tempat perdagangan dan jasa semacamnya, lebih dominan di kota ini. Mungkin bagi sebagian besar dari kita, kota seperti itu menjadi pilihan yang menyenangkan. Kehidupan gemerlap, kebutuhan (entah keinginan) berlimpah di etalase-etalase pertokoan. Semuanya mudah diakses asalkan kita memiliki uang yang cukup.  

Namun, setelah aku menginjak tanah Depok, aku merasakan ada yang hilang. Dibalik gemerlap serta berwarna-warninya kota ini oleh sarana perdagangan dan jasa, kumerasakan pola hidup yang monoton. Tidak ada mengarungi lautan, menjelajahi hutan, menyusuri sungai, atau memasuki hamparan ladang yang luas seperti di Indramayu dulu. Di kota ini, sama seperti kota-kota lainnya, setiap orang disibukkan oleh urusan jual-beli barang, hanya untuk bisa punya ongkos bertahan hidup pada esok hari.

Bila dibilang sedih, aku sedih. Tapi, untuk saat ini aku merasa bersyukur, karena bisa memiliki kesempatan melihat-lihat sejumlah wilayah di Jawa Barat. Melihat perbedaan karakter yang ada di setiap daerah. Expanding the horizon, meluaskan cakrawala pengetahuanku. Untuk saat ini, aku tidak mengetahui diriku akan berakhir dimana. Aku hanya melaju tanpa daya mengikuti alur. Menerima apa yang disuguhkan dihadapanku, menyerap apa yang terinderai, dan berharap, suatu saat semua ini memiliki kegunaan yang bisa kumanfaatkan demi pengembangan diriku sendiri.

Tidak ada komentar: