Senin, 17 Oktober 2011

Mathias

Suatu waktu datang orang itu. Mathias namanya. Kedatangannya sungguh seperti pejabat. Dia datang menggunakan mobil sedan bermerk Mercedez Benz. Entah tipe apa, tapi dilihat dari bentuknya pastilah mobil mahal. Sedan itu tidak dikendarai sendiri oleh Mathias, tetapi oleh supirnya. Supir Mathias ini berambut cepak dan memakai baju setelan safari berwarna biru tua. Tubuh supirnya itu tegap, atletis, dan mirip-mirip awak Kopassus. Nampaklah betul si Mathias ini seperti pejabat: datang dengan sedan yang biasa dikendarai oleh petinggi-petinggi dan dikawal pula.

Minggu, 16 Oktober 2011

Mathias

Suatu waktu datang orang itu. Mathias namanya. Kedatangannya sungguh seperti pejabat. Dia datang menggunakan mobil sedan bermerk Mercedez Benz. Entah tipe apa, tapi dilihat dari bentuknya pastilah mobil mahal. Sedan itu tidak dikendarai sendiri oleh Mathias, tetapi oleh supirnya. Supir Mathias ini berambut cepak dan memakai baju setelan safari berwarna biru tua. Tubuh supirnya itu tegap, atletis, dan mirip-mirip awak Kopassus. Nampaklah betul si Mathias ini seperti pejabat: datang dengan sedan yang biasa dikendarai oleh petinggi-petinggi dan dikawal pula.

Kedatangan Mathias waktu itu disambut dengan perasaan segan oleh para bawahannya. Setiap kali para bawahan itu menyalami Mathias, mereka membungkuk dengan sangat khidmat. Betapa penting Mathias ini.

Tidak beberapa lama, Mathias beserta seluruh bawahannya telah berkumpul di Aula. Saat itu Mathias akan memberikan kata sambutan tentang usaha yang baru dirintisnya. Sebagai seseorang yang telah mengeluarkan modal yang begitu banyak, Mathias memang perlu untuk berpidato. Memberi wejangan kepada para bawahannya yang telah diupah untuk menggerakan bisnis yang sedang dirintisnya itu. Mewanti-wanti mereka agar bisnisnya itu tidak dikerjakan dengan asal-asalan.

Cukup lama mata Mathias menyusuri para bawahannya yang hadir di Aula itu. Seolah-olah dia mencoba menyusuri isi hati bawahannya hingga lapisan yang paling dalam. Kemudian dia berbicara.

"Menjalankan usaha ini diperlukan tekad yang kuat dan kegigihan yang lebih. Namun begitu, dalam menjalankan usaha ini janganlah hanya sekadar bekerja. Setelah itu sudah. Tetapi diperlukan juga semangat kebersamaan dan kerja sama yang kuat," katanya.

Oh Mathias, Mathias.

Berbicara tentang kerja sama kepada karyawan.... Bagaimana bila konsep kerja sama itu dibicarakan dengan cara begini: laba bersih atau profit yang terakumulasi pada akhir tahun dibuat terbuka bagi karyawan. Kemudian diputuskan secara bersama-sama dengan seluruh karyawan mengenai penggunaan profit itu kedepannya. Selain itu, diputuskan juga dengan kesepakatan bersama bagaimana sebagian dari profit itu dikembalikan kepada para karyawan sebagai pihak yang telah menghasilkannya melalui kerja selama setahun penuh, sehingga akan tercipta kondisi yang seperti kata pepatah dari bahasa Anglo-Saxon itu: from each according to his ability, to each according to his need.

Itulah kebersamaan dan kerja sama.

Tetapi sepertinya Mathias akan tertawa mendengarnya. Dia ingin berbisnis, bukan membuat semacam koperasi. Buat apa berkorban uang banyak hanya untuk berbagi-bagi dengan yang lainnya? Dalam hukum bisnis, profit adalah bagiannya. Hasil atas pengorbanannya menggelontorkan uang dalam jumlah yang amit-amit banyaknya. Tentu semua orang harus maklum, dia susah-payah berkorban menggelontorkan uang untuk membeli infrastruktur dan mengupah bawahannya. Sungguh keterlaluan bila ternyata pengorbanannya itu tidak menghasilkan apa-apa.

Toh, bila ada bawahannya yang tetap membandel dan mencoba-coba untuk menuntut pembagian profit yang lebih adil, mungkin kasus yang terjadi di Freeport akhir-akhir ini bisa dijadikan contoh oleh Mathias untuk memperingatkan para bawahannya. Tuntutan para pekerja Freeport untuk mendapatkan pembagian profit yang lebih adil harus diwarnai aksi kekerasan oleh aparat keamanan. Hasilnya, satu orang pekerja Freeport tewas ditembus peluru dan lainnya menderita luka-luka, ketika para pekerja itu mencoba menduduki terminal Gorong-Gorong di Timika untuk memblokir angkutan kendaraan yang akan ke Freeport. Setidaknya Mathias dapat memperingati para bawahannya bila nanti ternyata ada yang membangkang: aparat keamanan di zaman ini adalah aparatusnya penguasa kapital, bukan bawahan yang manja dan banyak maunya.

Atas nama kemakluman...dan mitos, profit tidak perlulah dicari asal-muasalnya dari mana. Cukuplah dikatakan, itu adalah bagian dari yang empunya modal awal atas pengorbanan yang telah dilakukannya. Bukanlah bagian karyawan memusingkan perkara asal-muasal yang asal-asalan seperti itu. Cukuplah bagi karyawan untuk bekerja tekun, karena kerja itu sendiri adalah fitrah. Dengan bekerja, manusia dapat berfungsi. Dengan bekerja, kebudayaan dibangun. Dengan bekerja, kesehatan keluarga di rumah dapat terjaga. Dengan bekerja, manusia mampu meraih kesejahteraan.

Tidaklah perlu dipikirkan kerja sebagai fitrah manusia yang selalu berada dalam konteks ruang dan waktu tertentu. Cukuplah dipahami bahwa kebersamaan dan kerja sama perlu ditingkatkan ketika dalam kondisi kerja, agar yang bekerja nyaman, dan pada akhirnya, profit dapat didongkrak dengan lebih tinggi lagi.

Mathias, Mathias. Kau sungguh orang penting.

Minggu, 09 Oktober 2011

The Dead

Rating:★★★
Category:Movies
Genre: Cult
Sebagian besar film zombie selalu mengambil latar belakang sebuah perkotaan. Biasanya, dalam latar belakang ruang perkotaan seperti itu, "pandangan" seolah-olah "disempitkan". Maksudnya, Kamu hanya akan melihat sekelompok orang bertahan atau bergerak dalam sebuah ruang yang sudah bisa diprediksi: jalan raya (Zombieland, Resident Evil) atau bersembunyi di dalam gedung (Shaun of the Dead, Dawn of the Dead, dan banyak lagi).

Tetapi bagaimana bila sebuah film Zombie mengambil latar belakang suatu tempat yang kita kenal sebagai tempat yang luas, seperti padang pasir di Afrika, dimana tidak ada jalan raya, gedung, ataupun fasilitas-fasilitas lainnya yang bisa dipakai sebagai tempat untuk bersembunyi atau sekadar membuat pertahanan untuk menghalau serangan zombie? Bagaimana bila daratan dan padang pasir yang gersang, dan luas seperti afrika dipenuhi oleh zombie? Di sinilah keunikan film The Dead arahan Howard J. Ford. Kamu pikir dengan leganya daratan seperti Afrika, kamu bisa berlarian ke sana-kemari dengan leluasa dan memiliki pandangan yang luas juga tentang keberadaan zombie. Kamu salah. Zombie tetaplah zombie. Dimanapun mereka ditempatkan, mereka menggigit.