Rabu, 25 Februari 2009

Ulysses

Ulysses
(by: Tennyson)

Come my friends,
tis not too late to seek a newer world...
for my purpose holds
to sail beyond the sunset...and though
we are not now that strength which in old days
moved earth and heaven; that which we are, we are...
one equal temper of heroic hearts,
made weak by time and fate, but strong in will
to strive, to seek, to find, and not to yield.


Saat membaca puisi dari Tennyson ini, tiba-tiba saja saya teringat kawan-kawan yang diwisuda. Tiba-tiba saja saya memikirkan kisah lain dibalik wisuda kawan-kawan: bahwa waktu itu terus berputar dan sebuah masa akan menemui akhirnya sendiri dan digantikan oleh yang lain. dan dibalik itu semua, ada kehilangan, ada perpisahan, dan kenangan akan suatu pengalaman yang dulu disatukan, namun sekarang terpecah saat perlahan dari kita mulai menyongsong kehidupannya masing-masing di luar sana.

Saya tidak menyukai kehidupan yang sedih dan melankolia yang berlarut-larut. Walau dalam satu titik, kesedihan dan melankolia itu bisa menyumbangkan energi yang sangat kuat. Saya masih percaya optimisme, sekecil apapun itu. Dan membaca Ulysses ini, saya merasakan sebuah contoh tepat yang menggambarkan bagaimana kesedihan dan harapan bergejolak dalam porsinya masing-masing: saling mendukung. Bukan saling meniadakan. Tidak ada cerita yang lebih dramatis dan agung dibandingkan cerita tentang bagaimana sebuah harapan berkecamuk gelisah diantara ketakutan yang menyedihkan.

Seperti salah satu fragmen Ulysses: "...and though we are not now that strength which in old days", seolah-olah kita terpaksa untuk menerima kenyataan pahit dalam kehidupan: bahwasannya kita menua dan lain-lain yang ada sebelumnya menghilang. Gambaran ini tentu menyedihkan.Namun demikian, kenyataan pahit itu tidak lantas memberi rasa sedih sebuah ruang yang leluasa. karena pada akhirnya muncul fragmen lain: "made weak by time and fate, but strong ini will/to strive, to seek, to find, and not to yield".

Harapan dan kesedihan itu hadir bagai dua buah kutub yang bertolak belakang, namun pada satu titik ia saling mengisi bagai sepasang kekasih dan mendorong sebuah gerak laju. seolah-olah Ulysses hadir dan berkata pada kita agar tidak berjalan di tempat, namun justru menyongsong hari yang penuh ketidakpastian ini dengan menjaga api harapan di dalam dada agar terus membara. Memang kehidupan adalah sesuatu yang menyusahkan dan tidak gampang. Tetapi, tidak ada yang lebih mendebarkan dibandingkan ketika kita terus berjalan dengan rasa takut akan ketidakpastian hidup. Berdebar-debar, itulah esensi hidup, karena kelegaan hanya ada di akhir perjalanan.

Dan untuk teman-teman yang diwisuda...teman kalian, si abo ini, mengeluarkan sebuah fatwa yang haram hukumnya bila tidak diikuti. fatwa itu adalah: NIKMATI SEMUA SUMSUM KEHIDUPAN. CARPE DIEM SEIZE THE DAY!


cheersh.



5 komentar:

andeeper mohammad mengatakan...

bo, neangan ulysess-na homer dimana nya?
urang lagi butuh banget euy
thx

abo si eta tea mengatakan...

wah, ini mah yang buat Tennyson dicokot ti dead poets society. mun homer urang teu nyaho.

multazam lisendra mengatakan...

SUMSUM KEHIDUPAN BAGIAN TULANG EKOR PALING GURIH

feni freycinetia mengatakan...

homer mah oddyssey bukan?
*baru denger pas nonton the reader

abo si eta tea mengatakan...

nah, betul jigana, dor. oddyssey itu buatan homer (walau belum tau isinya apa).