Sabtu, 03 Mei 2008

Perhelatan Besar

Sore hari sebelum perhelatan di mulai, saya dan teman saya, Yanyan, duduk-duduk di sisi kiri gedung empat kampus yang menghadap ke lapangan futsal. Di lapangan itu terlihat orang-orang – kebanyakan perempuan – sedang bermain futsal dengan lepas bercanda, ketawa-ketawa. Kami sangat terhibur melihat permainan mereka, ditambah semilir angin sore yang menyejukkan mengelus kulit ini. Memberi ketenangan.

            Teman di sebelah saya saat itu, Yanyan, adalah orang yang tidak banyak bicara. Kebanyakan dia hanya senyam-senyum saja. Walaupun, saya tahu, hari itu dia sebenarnya khawatir. Sama seperti diri ini yang juga mengkhawatirkan pertanggungjawaban yang jauh-jauh hari telah dibuat untuk dipaparkan di depan forum. Kekhawatiran kami bermuara kepada dua hal: apa yang harus kami katakan dan apa yang harus kami jawab kepada peserta forum.

            Di sore itu, ketika kami ngaso di sisi gedung empat, Yanyan sempat menanyakan perasaan saya tentang perhelatan besar. “Gimana, deg-degan?” katanya sambil tersenyum. Sebuah senyuman yang khas dari dirinya, orang ganteng dari Ciwastra. Haha.

            Saya bilang saja, tidak. Tapi, tidak tahu juga, dalam hati berbicara. Di sore itu, saya masih bisa tertawa-tawa, mengejek beberapa teman saya. namun, entah apa yang bisa terjadi ketika diri ini berada di depan forum, membicarakan kelakuan yang ‘tidak pernah beres’ selama setahun ini. Apalagi, forum itu diisi oleh orang-orang yang hebat dan kritis. Orang-orang yang selalu mencecar kemanapun engkau melangkah, menyusup seketika serta menyerang dengan mendadak dan tajam di saat celah yang ada dari dirimu terlihat.  Ah, malas membayangkannya.

            Di hari itu, di sebuah perhelatan puncak kerja kami selama ini, saya banyak menghabiskan ruang dan waktu bersama teman saya ini. Entahlah, saya merasa, untuk kali ini, saya dan Yanyan mempunyai beberapa kesamaan. Apalagi bila membicarakan yang namanya kekhawatiran. Saya dan dia sama-sama baru terjun dalam urusan ‘proker’ seperti itu. Dan, kamu mungkin pernah merasakan, ketika menemukan seseorang yang memiliki kesamaan dengan dirimu, kamu menemukan ketenangan didalamnya. Dan itulah kenapa saat itu saya begitu menikmati meluangkan ruang-waktu bersama Yanyan. Kekhawatiran dan kecemasan itu menjadi tidak terlalu mendominasi diri ini.

            Malam semakin larut. Namun jumlah peserta forum yang ada di ruang aula sebenarnya jauh dari perkiraan. Begitu lengang. Ada beberapa kawan yang duduk berkelompok di jajaran belakang, dekat pintu masuk. Kawan-kawan itulah yang membuat suasana tidak begitu sepi karena kelengangan. Mereka berteriak-teriak, melontarkan setumpuk argumen kepada presidium dan juga forum. Bagi beberapa orang, mungkin teriakan-teriakan mereka cukup menciutkan nyali dan mungkin itulah tujuannya, menguji mental. Tapi, entahlah, itu hanya asumsi saja.

            Yanyan, seperti biasa, hanya senyam-senyum saja. Dia teringat perhelatan tahun lalu, ketika dirinya ditunjuk menjadi presidium. Saat itu, dia dicecar oleh salah seorang teman, Baihaqi. Ya, saya ingat momen itu. Saya ingat bagaimana muka Yanyan begitu merah dan ekspresinya yang murung saat dicecar oleh Baihaqi.

            “Masa itu presidium kerjaannya cuman ngetok palu aja!” kata Baihaqi dulu kepada Yanyan dan saya ingat bagaimana Yanyan begitu mati kutu dicecar seperti itu.

              Sementara ruang aula ‘panas’ oleh teriakan-teriakan dan argumentasi-argumentasi yang dilontarkan kawan-kawan di jajaran belakang, kami tertawa-tawa beromantisme ria. Mengingat momen perhelatan tahun lalu. Mengingat bagaimana begitu gugupnya, ketika menjadi presidium. Harus duduk di depan dan menghadapi cecaran dan kadang makian dari orang-orang yang tidak setuju terhadap suatu hal. Bagaimana susahnya mengontrol ritme jalannya agenda, karena seringkali pembahasan ngelantur kemana-mana. Ada yang usul anu sambil mencak-mencak, ada yang nolak anu sambil berlaga paling pinter sedunia. Songong. Ah, bikin stress.

            Kalau kata Heri, sebenarnya hal seperti itu adalah sebuah pembelajaran buat diri sendiri. Melatih berpikir keras untuk mempertahankan pendapat sembari menguatkan argumen. Ya, saya setuju pendapat itu. Bagi saya, itu adalah ujian mental yang bagus. Bagaimana ketika kamu dipaksa untuk menyikapi suatu hal, tetapi harus didukung dengan argumentasi yang kuat. Sehingga sikap kamu itu logis dan bisa dipertanggungjawabkan, karena didukung oleh landasan berpikir yang kuat.

Seringkali yang saya lihat dilingkungan sekitar adalah, bahwa begitu banyak orang yang mengatakan berbagai macam hal, namun yang nampak dari perkataannya itu hanyalah omong kosong saja. Ujung-ujungnya malah seperti ‘acting based on text book’. Kamu menelan apapun yang datang kepadamu dan kamu membicarakannya ke orang-orang, namun sebenarnya kamu bingung sendiri. Bingung, karena kamu hanya digerakan oleh ide-ide yang datang kepadamu, tanpa mau pusing-pusing menanyakan apa, kenapa dan bagaimana-nya. Cukup menerima tanpa ada tindak lanjut untuk mengkritisinya, sehingga kamu tersesat di belantara ide yang deras menimpamu setiap harinya. Kamu hanya menjadi objek.

            Ketua presidium malam itu kelihatan kewalahan mengontrol jalannya sidang. Ya, malam memang sudah larut. Saya pun merasakan, bahwa otak ini sudah tidak berjalan dengan lancar. Tertimpa oleh rasa kantuk. Apalagi membayangkan menjadi presidium pada saat itu, diperlukan konsentrasi untuk memerhatikan setiap ide yang terlontar dari forum. Belum lagi memerhatikan ‘cara penyampaian ide’ dan ‘siapa yang menyampaikannya’…beuh, pekerjaan yang mengesalkan.

            “Ketua presidium, coba fokus! Yang saya maksudkan adalah sebuah usulan…!!!” kata seorang kawan di jajaran paling belakang dengan suara tinggi menyampaikan pendapatnya tentang suatu permasalahan…kalau tidak salah tentang pembahasan anggaran dasar.

            Saya dan Yanyan cekikian melihat ketua presidium saat itu kerepotan mengatur setiap ide yang muncul dalam forum. Memang saat itu saya merasa topik pembicaraan berputar-putar. Hal yang membedakannya hanyalah cara penggunaan kalimat yang disampaikan oleh peserta forum, sedangkan untuk masalah ‘isi’, pada dasarnya itu-itu saja. Malah,  ada dari peserta forum yang dengan lantang dan suara tinggi mempermasalahkan tentang suatu hal. Akan tetapi hal yang dipermasalahkan itu seharusnya sudah selesai, bahkan sudah ada ketukan palu dari ketua presidium sendiri. Konyolnya, peserta forum itu tidak mengetahuinya. Haha, bodoh.

            Ketika saya dan Yanyan ramai cekikian melihat ketua presidium yang terlihat kewalahan mengatur jalannya sidang, sebenarnya ada hal yang membuat khawatir. Agenda pembahasan AD/ART itu sebentar lagi akan selesai dan dilanjutkan dengan agenda selanjutnya, yaitu pembahasan laporan pertanggungjawaban. Nah, dibagian inilah, ‘lapak’ saya dan Yanyan berada.

            “Yan, tiba-tiba jadi deg-degan euy,” kata saya.

            Seperti kebiasaan Yanyan, dia tersenyum dan selalu berbicara seperlunya. “Terus gimana atuh, Bo?” katanya.

            Bila membicarakan masalah ‘bagaimana’, saya selalu kerepotan sendiri, karena saya pun mempunyai kendala sendiri tentang hal itu. untuk urusan menguraikan benang kusut satu persatu masih menjadi kendala buat saya. Mengurut ide-ide menjadi susunan yang runut dan sistematis selalu menjadi permasalahan yang sulit dipecahkan hingga kini.

            Tidak beberapa lama, agenda pembahasan AD/ART selesai. Giliran untuk ketua presidium terpilih selanjutnya untuk maju. Giliran kami juga untuk maju. Cukup cemas juga.  Teman-teman yang lainnya menyiapkan kursi di depan forum. Ada sekitar 20-an yang akan maju di agenda pembahasan laporan pertanggungjawaban ini. Ada pemandangan yang bikin haru juga, ketika melihat kawan-kawan pengurus yang lain mulai duduk di tempat yang disediakan di depan forum. Melihat wajah-wajah yang selama ini menghiasi aktivitas saya selama kurang lebih tiga tahun di kampus. Sebelumnya saya tidak pernah ‘ngeh’ kalau wajah-wajah itu selalu menghiasi hari-hari saya dan memberinya warna, hingga di momen perhelatan besar itu.

            Agenda telah dimulai. Mba Jawa mulai membacakan laporan kegiatan kami selama setahun ini dihadapan forum. Saya bilang kepada Margrit yang duduk di sebelah saya, “Grit, coba aja liat, pas kita keluar dari ruangan ini, ada orang yang lari pagi di jalan. Trus ada pedagang bajigur sama tukang kuda yang lewat.”

            Si Margrit nyengir. Malah ngegambar babi dengan tulisan ‘ngok’ di kertas laporan pertanggungjawaban saya.

             “Ini ngapain kegiatan jurnal 04 ke Ciwidey dimasukin ke agenda divisi media. Apa pentingnya kegiatan ini?!” tanya seorang teman di – seperti biasa – jajaran belakang.

            Deg. Ini mah bagian gua, bukan  bagian si Evy. Kebetulan saat itu Evy memang sedang mempertanggungjawabkan diurna.

            Setelah Evy selesai dengan lpj-nya, giliran saya maju untuk menjelaskan tentang kegiatan ke Ciwidey itu. Sebenarnya itu adalah bagian dari kegiatan non-formal himpunan. Karena memang, di halaman event tersebut ada dua kegiatan, yaitu formal dan non-formal. Formal bersifat kegiatan rutin himpunan dan non-formal, adalah kegiatan yang sifatnya lebih ke ‘hiburan’, seperti touring, main ke gunung dll.

            Dan menurut saya, teman yang duduk di jajaran belakang itu, tidak mempunyai frame yang sama tentang hal tersebut. Asumsi saya, ia menganggap, bahwa kegiatan seperti itu tidak tepat untuk dimasukan pada laporan pertanggungjawaban himpunan yang sifatnya formal.

            Lalu, secara sepintas, saya menangkap kesan, bahwa teman saya itu mencoba mengesankan anggota forum lainnya, bahwa saya mendiskriminasikan sebagian anggota forum, khususnya angkatan ’05. hal itu terjadi, karena kegiatan yang ada di Web hanya kegiatan angkatan saya saja. Padahal tidak begitu alasannya.

Faktanya adalah, bahwa setelah situs berjalan, ternyata dibutuhkan kontributor tiap angkatan agar bisa meliput setiap kegiatan non-formal. Ternyata dua orang mengurus situs saja tidak cukup, karena dengan begitu, kegiatan tiap angkatan tidak dapat terliput seluruhnya. Saya dan Ganjar cukup kewalahan apabila harus meliput semua kegiatan non-formal. Diperlukan kontributor dari tiap angkatan agar semua kegiatan non-formal dapat dimasukan ke web.  Dan mudah-mudahan hal tersebut dapat terlaksana di kepengurusan yang selanjutnya.

Momen menjawab pertanyaan sebagian anggota forum itu benar-benar cukup menyebalkan, karena mata saya benar-benar berat oleh rasa kantuk. Saya tidak bisa fokus lagi memperhatikan pertanyaan-pertanyaan yang keluar dari anggota forum. Untungnya, untuk bagian saya tidak banyak yang bertanya. Hanya tiga orang.

Setelah selesai menjawab pertanyaan, saya dan Yanyan saling lirik…dan tersenyum, tentu. Terkesan seperti homo memang, tapi entahlah, ketika saya duduk tiba-tiba saya merasa lega. Akhirnya kepengurusan ini selesai. Namun, seperti ada rasa kekosongan juga. Mengetahui, bahwa ini adalah akhir dari kegiatan bersama kawan-kawan, khususnya kawan seangkatan. Setelah ini, mungkin kami tidak bisa bertemu lagi dikarenakan kesibukan masing-masing.

“Curang, maneh teu kabagean di tanya-tanya,” kata saya ke Yanyan setelah beres laporan pertanggungjawaban.

“hehe, teuing, Bo,” jawabnya ala kadar.     

 

Kekeliruan Yang Fatal

Ada kekeliruan fatal sehubungan dengan isi kampanye salah satu dari dua calon ketua himpunan pada mubes Sabtu, 26 April 2008 kemarin. Kekeliruan itu terjadi ketika salah satu calon mengatakan di hadapan peserta forum yang akan memilih, bahwa tim suksesnya tidak bekerja secara maksimal dalam mengkampanyekan pencalonan dirinya. Jujur, saya kecewa mendengar jawaban seperti itu.

            Kenapa saya sebut itu kekeliruan yang fatal? Karena hal itu hanya akan menjatuhkan dirinya sendiri dalam pemilihan. Urusan-urusan kelemahan ‘dapur’ sendiri, seperti kinerja tim sukses yang tidak maksimal seperti itu seharusnya tidak usah diperbincangkan di hadapan peserta forum, karena itu hanya mencerminkan ketidak kompakan timnya. Selain itu, akan mengesankan, bahwa calon ketua tidak mempunyai kredibilitas dalam hal kepemimpinan. Terbukti, ada seseorang peserta forum yang menanyakan dengan tanda seru, “bagaimana Anda akan memimpin kami, bila memimpin tim sukses sendiri saja tidak mampu?!”

            Entah apa masalahnya kenapa ia mengatakan hal seperti itu. Suasana kampanye saat itu memang cukup dipanaskan oleh pertanyaan-pertanyaan anggota forum yang cukup menguras otak. Belum lagi ‘cara penyampaian pertanyaan’ dan ‘siapa yang menyampaikannya’ dari sebagian peserta forum juga membuat kuat-lemahnya mental diuji.

            Selain itu, suasana jalannya mubes, menurut saya sudah tidak kondusif sekali. Pertama, mubes sudah berjalan seharian penuh. Acara dimulai Jum’at, 25 April 08 pukul 21.00 wib dan agenda kampanye calon ketua baru dimulai Sabtu, 26 April 08 sekitar pukul 07.30 wib. Mubes yang berjalan non-stop tersebut, tentunya akan membuat stamina setiap orang menurun. Hal itu juga terlihat pada kedua calon ketua yang nampak sekali kewalahan. Khususnya ia yang sering menundukkan kepala.

            Asumsi saya, dihadapkan oleh pertanyaan-pertanyaan yang menguras otak dan fakta, bahwa mubes sudah berjalan sehari penuh, saya berpendapat ia merasa terpojokkan oleh pertanyaan-pertanyaan sebagian anggota forum dan merasa kewalahan atas lamanya mubes berjalan.

Bila asumsi saya memang benar, maka saya mengambil simpulan, bahwa secara fisik dan mental, ia lemah. Dan ketika mentalnya terpojokkan sedemikian rupa seperti di Sabtu kemarin, saya menangkap kesan, bahwa ia seperti mencari kambing hitam atas ketidakmampuannya menjawab berbagai pertanyaan yang berpretensi memojokkan itu. Contohnya, seperti kejadian dimana ia mengatakan kekurangan tim suksesnya itu.  

             Cukup disayangkan juga, sih, dia bertindak seperti itu…gamang ketika dipojokkan sedemikian rupa. Ah, toh, perhelatan itu sudah berlalu. Sekarang saatnya untuk memulai yang baru buat kawan-kawan yang akan menjadi pengurus himpunan. Saatnya untuk bekerja lagi, pusing-pusing ria lagi, meneruskan apa yang baik dan membuang yang buruk dari kepengurusan tahun kemarin. Seperti kata Heri, teman saya, semuanya adalah pembelajaran. Keep on learning, lads!  

                          

5 komentar:

gilang ramayani mengatakan...

AlhamdulilLah bo!ud beres!gw sama yanyan selamet!hehe..
Terima kasih aBo buat kerjasamanya!teruTama malem" dibALkot waktU nyiapin seminar jurnalistik!
MaAfkan kalo ada salah..heE..

dyah nur'aini mengatakan...

taun depat gw nggak mau aaaahhhh...
artinya nggak jadi pengurus... yeah.. ^^

gilang ramayani mengatakan...

tapi kan jadi PU diurna..tetep we mubes!!!!
mampus!!
hahahaahahaah..

dyah nur'aini mengatakan...

enak aj.. ogahhhh

kania laksita mengatakan...

hahaha...salah siapa kuliah di jurusan jurnalistik yang semua hal akan selalu dikritisi...sekecil apapun celahnya...

btw, gw sebenernya dari lubuk hati paling dalam setuju ama anggpan lo mengenai membuka aib 'dapur' sendiri...karena ada hal-hal prinsipil dan private yang terkadang tidak perlu dikemukakan di forum karena akan menambah boomerang baru...terlepas dari apapun itu, anda sudah lega karena masa kepengurusan telah berakhir...berdoa saja untuk masa kepengurusan yang baru...semangat, dan tiap ngelaksanain proker ato ngerencanain, inget aja lpj bakal gimana, hahaha...takutnya ama mubes!! hahahaa...