Kamis, 16 Januari 2020

Sirkus Politik




Sirkus politik pemerintahan akhir-akhir ini sungguh luar biasa bikin migren. Mulai dari koalisi partai politik, bergabungnya gerbong Om Prabs, komposisi kabinet Om Joks sampai arah kebijakannya. Melihat semua dinamika itu, mulai dari penentuan koalisi sampai arah kebijakan, bagiku terasa cukup turun naik. Tapi, tetap saja ada benang merahnya: seakan-akan semuanya itu menjauh dari perspektif kerakyatan. 

Meliput politik nasional tahun-tahun terakhir seperti menegaskan anggapan yang muncul di dalam benak, bahwa semua permainan itu hanyalah manuver-manuver elit. Tidak ada sangkut pautnya dengan publik. Petinggi parpol sangat berkepentingan dengan sumber daya yang bisa didapatkan dengan bergabung kepada pemerintahan. Pos-pos kementerian/lembaga tidak ubahnya seperti sapi perahan untuk memakmurkan kas partai dan orang-orang elitnya. Cukup mengesalkan bila mengingat sumber anggaran kementerian/lembaga sebagian diantaranya dari pajak rakyat.

Kemudian, di media massa, elit-elit partai itu berbicara dengan berbusa-busa mengenai hal-hal yang seakan sangat luhur: kebangsaanlah, persatuanlah, demi rakyatlah. Mereka bicara sesuatu hal yang berada di awang-awang. Tapi praktiknya ya seperti itu, pos yang mereka tempati memberi mereka kuasa, memberi mereka penghasilan untuk memperkaya diri sendiri dan lingkarannya.

Bahkan Om Prabs saja rela untuk menjadi menteri. Sikap yang sangat jungkir balik bila mengingat kiprahnya sebagai capres. Mungkin dia butuh sorotan untuk kepentingan 2024 nanti. Mungkin dia butuh dana untuk mengganti semua pengeluarannya yang telah terkuras selama kampanye lalu. Dan kemungkinan itu yang kuat. Bila memang orang bertarung secara ideologis, akan sangat kecil kemungkinannya ia bergabung dengan pihak yang bertentangan. Tapi, ini lain. Kalau kata Om Prabs, ini demi keutuhan negara, demi pengabdian kepada negara dan bla-bla-bla lainnya yang luhur. Bisa saja sikap Om Prabs itu mengandung ideologi, tapi ideologi sapi perah. Intinya bersiasat untuk mencari penghasilan, bukan kerja-kerja kerakyatan.

Sikap bagi-bagi penghasilan terlihat ketika Om Joks mengumumkan adanya pos wakil menteri. Sebuah pos yang pada periode lalu tidak ada. Setengahnya diisi oleh orang-orang partai. Setengahnya lagi konon profesional. Terus ada lagi yang relawan semasa kampanye masuk ke pos kementerian/lembaga ini dan itu. Dari luar, komposisi kabinet kali ini terlihat gemuk. Berkebalikan dengan keinginan Om Joks yang ingin serba efisien. Tapi tidak tahulah. Mungkin Om Joks tersandera juga. Komposisi kabinet kali ini seperti harga yang harus dibayarnya untuk sebuah tampuk kekuasaan yang telah dipertahankan. Harganya oligarki.

Kemudian kebijakan Om Joks juga sudah semakin aneh. Ia terus saja menggaungkan investasi dan ekspor, investasi dan ekspor. Ini seperti mengulang kebijakan Orde Baru lalu, namun dengan nuansa doktrin murni pasar bebas. Tanpa adanya embel-embel kroni, kolusi struktural ala Soeharto dulu.

Dan jangan lupa, desas-desus yang Om Joks katakan tentang kebijakannya itu adalah demi rakyat. Demi penciptaan lapangan kerja, katanya. Ini juga bikin migren. Doktrin ini bau-baunya sudah seperti pengharapan buta akan tetesan kemakmuran dari para kapitalis transnasional. Nubuatku, bila memang ia berkoar tentang penurunan rasio gini, maka sesumbar investasi dan ekspor ini tidak akan menurunkannya dengan signifikan. Akan makin banyak orang yang terlibat dalam hubungan produksi eksploitatif, bekerja dengan intensitas yang tidak berpengaruh apapun terhadap indeks kebahagiaan dan penghisapan hasil kerja yang semakin kuat oleh para elit penguasa kapital.    

1 komentar:

michelle mengatakan...

Numpang promo ya Admin^^
ingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat
ayo segera bergabung dengan kami di ionpk.biz ^_$
add Whatshapp : +85515373217 || ditunggu ya^^