Dan kesadaran akan “ide tentang cinta” itu terkikis habis saat pukul 07.30 WIB datang sebuah sms berisi ajakan untuk “merapat” di Dipati Ukur. Menristek hidup dan hadir disitu, pesannya. Tapi, motor si ‘buronan mertua’ kubawa merapat ke kamar mayat. Jalan, jembatan layang, trotoar…semuanya bertransformasi menjadi kilatan-kilatan sesaat. Sekadar cuplikan-cuplikan banal di jam 10 pagi yang tidak diguyur hujan seperti biasanya. Disinilah, saya pikir, kapal melepaskan jangkarnya jauh kedalam lautan alienasi. Seperti kamar mayat yang akan kukunjungi, ada mayat terbaring kaku disitu. Diam dan tidak bergerak. Kadang kuberpikir, betapa ironisnya semua ini. Pernah kukatakan pada seorang teman, “berita membuatku berpikir, tetapi tidak ketika ku membuatnya secara harian.”
Melewati belokan di salah satu jalan di Taman Sari, kulihat perempuan. Cantik sekali. Wajahnya campuran arab. Dia menyebrangi jalan dengan tubuhnya yang melenggok-lenggok. Baju motif polkadotnya seakan mewarnai Kota Kembang ini. Rambut panjangnya yang hitam terurai begitu anggun. Amboi. Tawanya pun terlihat sungguh memukau. Kupikir, hati para lelaki mulai dari tukang mabok hingga paling sering mengaji pun akan meleleh bila tersentuh oleh tawanya yang riang itu. Halus nian memang sosok seorang perempuan. Sungguh ada gunanya juga Tuhan menciptakan mereka. Tidak seperti peristiwa di jam tujuh malam yang menuntut presisi antara shutterspeed dan diafragma, ditambah imaji kumis baplang redaktur yang menungguku untuk tiba di kantor jam sembilan. Begitu keruh. Andai ku bisa menghentikan motor dan mengiringi perempuan blasteran arab itu menyebrangi jalan, aku akan bahagia sekali. Waktu mungkin akan berputar dengan lambat. Ya, mungkin waktu akan melambat. Dari sini terbesit pertanyaan, seperti apakah rasa sepi itu? Apakah pada akhirnya adalah rasa sepi yang menyatukan ku dengan siapapun ia nantinya?
“Ide tentang cinta”, bagaimana pun juga, adalah seperti ku menuliskan sebuah kata setelah tanda kutip yang sering kugunakan akhir-akhir ini: ‘katanya’, ’ujarnya’, ’imbuhnya’, ’paparnya’, ’jelasnya’...sebut apapun yang kau tahu. Hanyalah ‘katanya’. Namun demikian, “Ide tentang cinta”, kupikir saat ini, setidaknya serupa seperti rubrik yang ada di koran-koran itu: hiburan. Pemanis diantara rubrik politik, kota bandung, kabupaten bandung, dan berita umum. Ada yang ringan diantara yang pelik. Menenangkan syaraf.
Dan atas permintaan dari salah satu perusahaan percetakan milik jawa pos yang terletak di Provinsi Banten, “Ide tentang cinta” itu menghilang dan berganti menjadi kesadaran. Sebuah ‘wake up call’. Ibarat sms seorang teman yang menginformasikan untuk “merapat” kesuatu tempat itu. “Merapat”, dalam rangka menunaikan ibadah SKS ini, kupikir mencerminkan sebuah realitas: ada fakta yang harus kau kejar di suatu tempat sana.
9 komentar:
hahahhaha
saya baru saja menghapus "ide tentang cinta" selama 2 minggu ini. dan ketika ide itu mati suri di dalam kencan saya dengan metromini dan polusi, ia bangkit lagi hari ini. tadi jam 11 pagi
susah emang nge-handle kodrat manusia yang dilahirkan dengan imaji.
colikeun cools!!! gyahahahhahahaha, PETT pisan-nya urang.
sorry.
ha? jalan taman sari? bukan gue kan yaaaa? hahahahahahaha.
eh, urang ada arabnya gitu? ah, bukan berarti ya.. hahaha
hahahaha aboooo.... udah si kumis baplang ga usah didengerin...kejar aja si arab ituuuu... go abo go go... (devils mode on)
sebenernya kamu ko. dari dulu akyu tiap malem suka mengintai rumah myu.
oh, abo.. jadi kamu nih yang selama ini ngejagain rumah aku sampe nggada maling? makasi ya bo...
bo,,arab bo??lain salah satu keluarga Azhari kan?atawa pamajikan si cakri?
enya. saudi arabia tea, wan...tkw. alus tah jang depth. ngulang deui gih...
Posting Komentar